TRUSTNEWS.ID - Keberatan sejumlah gubernur terhadap kebijakan efisiensi dan penyesuaian anggaran yang ditempuh pemerintah pusat menjadi sorotan menjelang penutupan tahun fiskal 2025. Di berbagai forum koordinasi, para kepala daerah mengeluhkan ruang fiskal yang makin sempit dan potensi tertundanya sejumlah program prioritas.
Di tengah riuh itu, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) Provinsi Sumatera Barat berdiri sebagai penerjemah kebijakan pusat di daerah.
Sekaligus menegosiasikan dua kepentingan besar, menjaga disiplin fiskal nasional, dan memastikan agar denyut ekonomi daerah tidak kehilangan ritmenya.
Bagi DJPb Sumbar, efisiensi bukan sekadar pemangkasan belanja, melainkan ujian terhadap kemampuan pemerintah daerah dan satuan kerja vertikal menjaga kualitas pelaksanaan APBN di tengah keterbatasan.
Muhammad Dody Fachrudin, Kepala Kanwil DJPb Sumbar, menegaskan bahwa tugas utama mereka adalah memastikan setiap rupiah tetap memberi hasil yang terukur bagi masyarakat.
"Dengan dana yang terbatas, kami tetap jaga kualitas pelaksanaan anggarannya, penyerapan, dan pembelajarannya. Itu yang kami kawal setiap minggu," ujar Muhammad Dody Fachrudin, Kepala Kanwil DJPb Sumbar kepada TrustNews.
Untuk menjaga ritme belanja negara di daerah, Dia menyebut pihaknya rutin melakukan evaluasi mingguan terhadap kinerja satuan kerja kementerian/lembaga. Setiap kendala yang muncul dibahas secara mendalam bersama pejabat perbendaharaan.
"Kalau kita lihat ada kementerian atau lembaga dengan realisasi yang masih jauh dari target, kita panggil dan dalami masalahnya. Pendalaman dilakukan agar penyerapan bisa lebih cepat," katanya.
Evaluasi serupa juga diterapkan terhadap pelaksanaan Transfer ke Daerah (TKD). Tantangan kerap muncul karena koordinasi antarlembaga di pemerintah daerah belum optimal.
"Kadang antar-OPD saling menyalahkan. Misalnya syarat penyaluran belum dipenuhi karena APIP belum bertindak," ungkapnya.
"Kami harus memastikan dana yang sudah terbatas ini benar-benar tersalurkan," tegasnya.
Menurut Dody, efisiensi harus dimaknai sebagai upaya menjaga ketepatan. Yakni, tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat manfaat. Bukan sekadar pemangkasan tanpa arah.
"Kami sering dihadapkan pada tudingan bahwa pemerintah mengurangi pembangunan. Padahal ini soal efektivitas belanja," katanya.
"Kami jelaskan latar belakangnya agar daerah memahami bahwa kebijakan efisiensi lahir dari evaluasi kinerja,” jelasnya.
Hingga pekan lalu, realisasi belanja di Sumatera Barat telah mencapai 72,4% atau sekitar Rp23,3 triliun dari total pagu Rp32,23 triliun, melibatkan 647 satuan kerja dan 20 pemerintah daerah.
"Angka ini menunjukkan pelaksanaan tetap berjalan baik di tengah kebijakan efisiensi," ujarnya.
Dalam pandangannya, tantangan terbesar Sumatera Barat adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah keterbatasan fiskal.
Strateginya, mendorong aktivitas ekonomi riil yang tidak bergantung penuh pada APBN maupun APBD.
"Kita dorong daerah menggali potensi lokal. Sudah ada 15 kajian yang kita hasilkan, bahkan satu sudah masuk ke RPJMD provinsi," ungkapnya.
Skema pembiayaan daerah pun terus diperluas, tidak hanya melalui sumber fiskal tradisional.
"Kami arahkan pemerintah daerah agar melihat berbagai skema pembiayaan alternatif, termasuk pembiayaan kreatif yang bisa melibatkan swasta," jelasnya.
Untuk mendukung UMKM, menurutnya, DJPb Sumbar aktif mengawal penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pembiayaan ultra mikro melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP).
"Dari target penyaluran KUR sebesar Rp8 triliun, realisasi baru sekitar Rp5 triliun. Padahal, salah satu kunci pertumbuhan ekonomi itu adalah pergerakan UMKM," ujarnya.
Sebagai respons, pemerintah pusat mendorong penandatanganan akad KUR secara massal hingga 800 ribu debitur.
"Langkah ini adalah cara memaksa agar ekonomi bergerak," imbuhnya.
Meski tekanan efisiensi masih berlanjut, DJPb Sumbar tetap optimistis menjaga arah kebijakan fiskal di daerah. Efisiensi dipandang bukan sebagai keterbatasan, melainkan momentum memperbaiki kualitas belanja dan memperkuat disiplin fiskal.
“Bagi kami, tugas utama adalah memastikan dana yang terbatas itu benar-benar memberi manfaat maksimal bagi masyarakat. Itu makna efisiensi yang sesungguhnya,” pungkasnya. (TN)










