TRUSTNEWS.ID - Di Ciamis, sebuah kabupaten agraris di selatan Jawa Barat, perputaran ekonomi rakyat banyak bertumpu pada aktivitas sederhana. Berdagang hasil tani, membuka warung, atau menanam padi serta Hortikultura.
Di balik kegiatan ekonomi mikro itu, telah berdiri sebuah lembaga keuangan yang usianya hampir setengah abad, Perumda BPR Galuh Ciamis, atau yang lebih dikenal sebagai Bank Galuh.
Didirikan pada 1975 dengan nama awal Bank Karya Produksi Desa Kecamatan Lakbok (BKPD Lakbok), dan mengalami perubahan bentuk badan hukum pada tahun 2021 menjadi Perumda BPR Galuh Ciamis (Bank Galuh) lembaga ini merupakan salah satu saksi panjang perjalanan perbankan di Indonesia, khususnya di kabupaten Ciamis.
"Kami sudah hampir 50 tahun melayani masyarakat, terutama sektor usaha mikro dan kecil," ujar Usman Ependi, Direktur Utama Bank Galuh, kepada TrustNews.
Meski terkendala oleh keterbatasan permodalan, bank ini terus berinovasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan. Dengan fokus pada penghimpunan dana dan penyaluran kredit yang berkualitas, Bank Galuh berupaya menciptakan ekosistem keuangan yang mendukung swasembada pangan dan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.
SimarmasGo menjadi bukti inovasi Bank Galuh di tahun 2025. Tabungan SimarmasGo, yang dikembangkan melalui kolaborasi dengan bank-bank milik pemerintah daerah se-Indonesia, menawarkan hadiah menarik seperti sepeda motor hingga mobil Avanza untuk meningkatkan animo masyarakat.
"Kami ingin mem-branding Bank Galuh sebagai lembaga yang relevan dan terpercaya" kata Usman.
Produk kredit seperti Kredit Usaha Cinta Galuh (Kuaci Galuh) juga dirancang untuk mendukung petani dengan skema pembayaran balloon payment, yang memungkinkan pembayaran dilakukan setelah panen, meringankan beban nasabah.
Selain itu, Bank galuh juga telah meluncurkan produk kredit MultiPlan dan telah menyalurkan kredit lebih dari Rp700 juta untuk mendukung Pekerja Migran Indonesia (PMI), harapannya adalah untuk membantu masyarakat meningkatkan taraf hidupnya dan kamipun telah bekerjasama dengan beberapa LPK (pendidikan dan pelatihan kerja) baik di wilayah kabupaten maupun di luar kabupaten Ciamis, dan alhamdulilah sampai saat ini NPL dari program ini masih 0% dan Sejauh ini kredit tersebut tidak menimbulkan masalah berarti," paparnya.
Kendati begitu, Bank Galuh tak sepenuhnya lepas dari masa lalu. Krisis moneter 1998 menyapu banyak BPR kecil di Ciamis. Dari 27 unit BKPD Lakbok hanya tiga yang bertahan.
Dua di antaranya kini berada di wilayah Kabupaten Pangandaran, sementara satu yang tersisa berevolusi menjadi Bank Galuh saat ini.
"Bagi masyarakat yang ingat krisis dulu, masih ada trauma," kata Usman.
"Mereka khawatir sejarah kelam itu terulang," jelasnya.
Namun kini, lanjutnya, struktur pengawasan telah jauh berbeda. Dengan kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Bank Galuh memastikan keamanan simpanan nasabah.
"Sekarang menyimpan di BPR sudah aman," ujarnya.
"Hal penting kami buktikan lewat pelayanan, bukan sekadar bicara," tegasnya.
Di tengah transformasi industri keuangan yang serba digital, Bank Galuh pun tak ingin tertinggal. Usman tengah mendorong digitalisasi 90% proses administrasi internal. Dari surat-menyurat hingga pengarsipan dokumen. Ditargetkan dalam satu tahun ke depan, sistem di Bank Galuh akan sepenuhnya paperless.
Langkah itu dilengkapi dengan peluncuran Saku Bay Bank Galuh, layanan digital yang memungkinkan nasabah memantau arus dana dan saldo mereka secara real time dan dapat melakukan transaksi TopUp dan transaksi PPOB secara riiltime.
"Perbankan adalah bisnis kepercayaan, dan musuh terbesar kami adalah fraud. Dengan sistem digital ini, kami bisa memitigasi risiko sejak dini," urainya.
Namun transformasi digital bukan hanya soal perangkat lunak. Tantangan terbesar, menurut Usman, justru ada di sumber daya manusia (SDM).
Dia berupaya membangun fondasi organisasi yang disiplin, sadar risiko, dan taat tata kelola yang baik.
"Kalau SDM-nya kokoh, risiko bisa ditekan," ujarnya.
Secara finansial, Bank Galuh dinilai sehat berdasarkan rasio kecukupan modal, cash ratio, dan loan-to-deposit ratio (LDR). Namun, tingkat kredit bermasalah (non-performing loan /NPL) menjadi tantangan.
"NPL kami di atas standar, seperti kebanyakan BPR di sektor mikro,” ungkap Usman.
Untuk mengatasinya, dia menekankan pentingnya analisis kredit yang ketat dan penguatan SDM.
"Kami harus menyeimbangkan tuntutan relaksasi kredit untuk UMKM dengan prinsip kehati-hatian. Jika tidak bankable, kami tidak bisa memaksakan," pungkasnya. (TN)










