
TRUSTNEWS.ID - PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jakarta Raya tengah merancang ulang wajah energi ibu kota. Melalui Transformasi 2.0, perusahaan menetapkan visi berani: menjadikan Jakarta tolak ukur distribusi listrik terbaik di ASEAN. Di mana setiap kilowatt bukan sekadar menyalakan lampu, tetapi juga menopang produktivitas, kenyamanan, dan keberlanjutan kota.
“Fokus kami jelas menekan durasi padam, mengurangi frekuensi padam, dan memperkecil kehilangan energi,” ujar Moch. Andy Adchaminoerdin, General Manager PLN UID Jakarta Raya kepada TrustNews.
Ambisi itu ditopang empat moonshot. Pertama, Growth Moonshot, dorongan untuk tumbuh lebih agresif. Kedua, Digital Moonshot, digitalisasi penuh layanan mulai dari meteran cerdas hingga aplikasi PLN Mobile.
Transformasi 2.0 PLN Jakarta
Jakarta membidik diri sebagai tolak ukur listrik andal dan berkelanjutan di Asia Tenggara.
Ketiga, NZE Moonshot, komitmen menuju net zero emission. Keempat, Moonshot Launchpad, ruang inovasi yang menjadikan Jakarta laboratorium hidup teknologi kelistrikan.
Wujudnya sudah nyata. Pembangunan 515 SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum), 61 SPBKLU (Stasiun Penukaran Baterai), hingga charging hub di titik strategis. Konser besar di Gelora Bung Karno pun bisa digelar tanpa dentuman genset, hanya dengan listrik bersih.
Selain itu, transformasi digital menjadi tonggak penting. Advanced Metering Infrastructure (AMI) dan Automatic Meter Reading (AMR) menghapus pencatatan manual.
"Tahun 2025, seluruh pelanggan tiga fase ditargetkan terhubung AMR, sementara penetrasi AMI dipercepat," ujarnya.
"Gangguan dapat terdeteksi otomatis, kebocoran energi cepat dilacak, dan konsumsi bisa dipantau langsung melalui PLN Mobile," tambahnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, secara nasional, PLN menurunkan SAIDI dari 338,13 menit pada 2023 menjadi 320,24 menit pada 2024, jauh di bawah standar toleransi internasional.
Di Jakarta, saat ini, frekuensi padam atau SAIFI sudah berada pada angka 0,54 kali (2024), termasuk yang terbaik di kawasan ASEAN. Sementara itu, durasi padam per pelanggan atau SAIDI mencapai 21,02 menit (2024), dengan target ditekan hingga di bawah 18 menit agar mampu masuk tiga besar ASEAN.
"Jakarta bukan sekadar kota, tapi etalase. Jika listrik mati terlalu lama, berita itu bisa jadi sorotan dunia," tegasnya.
Namun, Jakarta tak pernah berhenti membangun. Jalan raya terus diperlebar, gedung-gedung menjulang di langit kota, sementara jalur MRT dan LRT kian merambat menembus kawasan padat. Bagi PLN, justru denyut pembangunan itulah yang menghadirkan tantangan paling besar.
"Jakarta ini ibarat pasien yang sedang dioperasi sambil tetap berlari," ujarnya menggambarkan kompleksitas yang mereka hadapi.
"Di satu sisi, kami harus memastikan pasokan listrik tidak terganggu. Di sisi lain, pekerjaan infrastruktur kota berjalan terus, dan hampir selalu bersinggungan dengan jaringan kami, baik kabel bawah tanah maupun jaringan udara," urainya.
Koordinasi pun menjadi kata kunci. Hampir setiap pekan, tim PLN duduk bersama kontraktor proyek MRT, LRT, maupun pengembang jalan tol dalam kota.
“Sinergi dengan berbagai proyek pembangunan sering kali menuntut penyesuaian dan koordinasi intensif, terutama ketika pekerjaan di lapangan bersinggungan dengan jaringan kabel bawah tanah maupun jaringan udara,” ujarnya.
Dalam dinamika seperti itu, peran sumber daya manusia (SDM) PLN UID Jakarta Raya menjadi ujung tombak. Bukan hanya menjaga jaringan, tetapi juga memastikan pelayanan pelanggan tetap cepat dan responsif.
“SDM kami menjadi garda terdepan. Melalui aplikasi PLN Mobile yang kini memiliki rating 4,9, setiap keluhan pelanggan bisa ditindaklanjuti dengan cepat,” ujarnya.
Tak hanya itu, PLN juga menugaskan account executive khusus bagi pelanggan VIP dan prioritas, mulai dari gedung pemerintahan, rumah sakit, hingga kawasan bisnis.
Sistem Online to Offline (O2O) diterapkan agar pengaduan digital bisa segera ditindaklanjuti di lapangan. Hasilnya, waktu tanggap (response time) penanganan keluhan rata-rata hanya 0,06 jam atau sekitar 3,6 menit.
"Kecepatan itu yang membuat pelanggan merasa dilayani. Jangan sampai mereka menunggu lama. Di kota seperti Jakarta, lima menit bisa berarti besar," pungkasnya. (TN)