trustnews.id

PERPAMSI JAWA BARAT Jadi Jembatan PDAM dan Pemda
Istimewa

PERPAMSI JAWA BARAT Jadi Jembatan PDAM dan Pemda

NASIONAL Selasa, 31 Agustus 2021 - 09:23 WIB TN

Sejumlah Pemda di Jawa Barat ditengarai belum memberikan penyertaan modal pemerintah (PMP) ke sejumlah PDAM. Terkait erat dengan kesuksesan program hibah air untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Persatuan Perusahaan Air Minum Indonesia (Perpamsi) Jawa Barat bertekad mensuksesan Gerakan 100-0-100 (100% akses air minum, 0% kawasan kumuh dan 100% akses sanitasi) di Jawa Barat.

Meski untuk mewujudkannya, Ketua 
DPD Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) Jawa Barat, Budi Karyawan, mengungkap bukanlah perkara 
mudah. Dia menyoroti masalah penyertaan 
modal pemerintah (PMP) oleh sejumlah 
pemerintah daerah di Jabar kepada PDAM.


"Target Perpamsi soal air bersih Jabar 
tentu menyesuaikan dengan Gerakan 100-
0-100 pemerintah. Hanya saja ada beberapa PDAM di Jabar terkendala dengan PMP 
yang diberikan pemerintah daerah," ujar 
Budi Karyawan menjawab TrustNews.


"Saya sebagai Ketua DPD Perpamsi ikut prihatin dan ikut membantu temen-temen (PDAM) yang belum diberikan PMP oleh Pemda-nya masing-masing. Ini menjadi pekerjaan rumah kita," tambahnya.


Budi Karyawan yang juga tercatat sebagai Direktur Utama Perumdam Tirta Mukti Kabupaten Cianjur, ini tidak ingin berspekulasi lebih jauh terkait pangkal persoalannya, apakah di pihak Pemda, legislatif atau bahkan di PDAM.


"Ini terkait erat dengan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang menguntungkan semua pihak termasuk PDAM, pemerintah daerah dan legislatif. Jadi tidak ada ruginya," ujarnya.


"Hanya mungkin pengertian dari Pemda mengenai pertumbuhan pelanggan PDAM itu belum bisa di jadikan isu politik. Sebagai perbandingan, Pemda bisa mengeluarkan uang ratusan miliar untuk m jembatan,tapi jadi terasa sulit untuk PMP. Atau, bisa juga di legislatifnya yang mungkin tidak membahasnya dalam masa persidangan. Bisa juga pihak PDAM yang tidak responsif memperjuangkannya," paparnya.


Tidak responsif yang dimaksudnya yakni sampai sejauh mana jajaran direksi PDAM menjalin hubungan baik dengan pemerintah. Dalam hal ini PDAM merupakan bagian dari pemerintah daerah, tentu bisa mengakomodir kepentingan pemerintah daerah selalu pemilik. 


"Harus ada chemistry antara PDAM dengan Pemda, gimana caranya tergantung direksinya masing-masing. Membangun chemistry itu ngga ada sekolahnya," ujarnya. "Selama menjabat sebagai Dirut Tirta Mukti, sudah tiga kali mendapat PMP. Tapi mengapa di beberapa tempat ada PDAM yang sama sekali tidak diberikan. Caranya membangun hubungan emosional dulu dengan pemerintah daerah sambil pelan-pelan menarikan pengertian soal pentingnya air minum bersih dan sehat untuk masyarakat," ungkapnya memberikan masukan.

Hanya saja masalah PMP, diakuinya bukan hanya terjadi di Jabar saja. Tapi menjadi masalah klasik PDAM di seluruh Indonesia. Artinya, menjadi tugas PDAM untuk memberikan pengertian kepada pemilik (Pemda) apa tanggung jawab mereka sebagai pemilik.


"Akan timbul pertanyaan, kok bisa sebuah PDAM itu bangkrut. Kemana aja pemerintah daerahnya dan pihak legislatifnya selama ini," ungkapnya. 


Sebagai informasi, pada Rapat Koordinasi Nasional Pengelolaan Keuangan Daerah Tahun 2019, terungkap data selama lima tahun terakhir, menemukan 70% dari seluruh PDAM di Indonesia mengalami kerugian. Dampak dari kerugian ini membuat PDAM terancam gulung tikar.

Mengeringnya keuangan PDAM itu akhirnya sampai ke pemerintah pusat  (Kementerian Keuangan) untuk mensubsidi 70% PDAM seluruh Indonesia yang rugi agar tidak bangkrut. 


"Sebenarnya program pemerintah sudah bagus. Karena ketika Pemda sedikit sekali mengucurkan bantuan kepada PDAM, pemerintah pusat sudah memberikan bantuan berupa pembangunan pengolahan air. Hanya saja kembali kepemdanya lagi," ungkapnya.


"Program MBR sebenarnya ke arah sana yakni bagaimana masyarakat bisa mengakses air minum. Caranya melalui program hibah air minum dan PDAM diberikan mandat untuk menjual air bersih dengan harga yang telah disepakati oleh pemerintah disesuaikan oleh daerah. Jadi bukan harga pasar yang dipakai,' paparnya.


Budi Karyawan mengistilahkan, "Kakeknya sering kasih ini dan itu, tapi bapaknya kasih apa. Pemda kurang peka terhadap kebutuhan air minum bersih. Jadi bukan hanya infratruktur saja yang diperdulikan, air minum bersih juga penting bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah." (TN)