trustnews.id

Keberadaan Juru Bicara BIN Dikritik, Pengamat Intelijen: Salahnya Dimana?
Pengamat Intelijen, Pertahanan dan Keamanan, Ngasiman Djoyonegoro
Pertahanan dan Keamanan

Keberadaan Juru Bicara BIN Dikritik, Pengamat Intelijen: Salahnya Dimana?

POLITIK Senin, 12 Oktober 2020 - 15:27 WIB Ahmad Buchori

Jakarta - Sejumlah pihak mempertanyakan keberadaan posisi juru bicara Badan Intelijen Negara (BIN) yang dinilai tidak relevan dengan tupoksi lembaga kaitannya dengan informasi intelijen yang bersifat rahasia. Politikus seperti Fahri Hamzah dan Fadli Zon bahkan mengkritik BIN yang punya juru bicara. Menurutnya, intelijen tidak boleh bicara ke publik.

Kritik Fahri dan Fadli sendiri meresepon Juru Bicara BIN Wawan Purwanto yang dalam sebuah wawancara menyebutkan bahwa pihak intelijen sudah mendapatkan identitas aktor yang mensponsori dan memobilisasi demonstrasi penolakan terhadap Undang Undang Cipta Kerja. “Seharusnya informasi intelijen tidak boleh disiarkan kepada publik,” kata Fahri lewat media sosial twitter pribadinya.

Pengamat Intelijen, Pertahanan dan Keamanan, Ngasiman Djoyonegoro kepada media mengatakan keberadaan juru bicara BIN dalam konteks kekinian di era keterbukaan informasi publik justru sangat dibutuhkan. Pria yang akrab disapa Simon itu justru mempertanyakan substansi yang dipersoalkan terkait keberadaan juru bicara BIN.

"Salahnya dimana? Substansinya apa? Saya kira di era seperti saat ini penting sebuah lembaga termasuk BIN memiliki juru bicara sebagai medium komunikasi publik sekaligus jembatan aspirasi terhadap lembaga," kata Simon dikutip dari monitor.co.id, Senin (11/10/2020).

"Apalagi kita tahu di era keterbukaan informasi saat ini melalui berbagai media seperti media sosial, peran jubir justru sangat penting menyampaikan informasi terkait kebijakan kelembagaan atau meluruskan berbagai informasi yang ada," tegas Simon.

Simon yang juga merupakan Direktur Eksekutif Center of Inteligent and Strategic Studies (CISS) itu lantas mencontohkan lembaga intelijen Amerika Serikat (CIA) yang juga memiliki jubir seorang perempuan bernama Nicole de Hay.

Tak hanya CIA ungkap Simon, lembaga intelijen Inggris di bidang signal intelijen GCHQ juga memiliki juru bicara termasuk lembaga intelijen Australia yakni Australia Security Intelligence Organization atau ASIO. 

"Bahkan karena pandemi covid-19, CIA melakukan rekruitmen secara terbuka menyiarkan iklan dalam layanan tayangan streaming di Amerika untuk mencari anggota baru. Video lowongan kerja ini juga diunggah di akun YouTube CIA pada 21 Juni lalu," terang Simon.

Simon menegaskan keberadan jubir BIN tidak dalam konteks mengumbar informasi rahasia negara tapi justru lebih kepada meluruskan berbagai simpang siur yang banyak terjadi di masyarakat khususnya yang sering terjadi di media sosial.

"Sekali lagi menurut saya keberadaan jubir sejalan dengan tuntutan zaman sekaligus menegaskan BIN sebagai lembaga modern dan akuntabel," tegasnya.

Simon juga mengingatkan bahwa keberadaan juru bicara BIN amat sesuai dengan amanat UU No. 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara. “UU tersebut dengan tegas menyebutkan bahwa tujuan dibentuknya intelijen negara adalah untuk mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional,” pungkasnya.