
TRUSNEWS.ID - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Jawa Barat kini mengubah paradigma pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pendekatan baru ini menitikberatkan pada efisiensi, efektivitas, dan percepatan manfaat anggaran agar dampaknya lebih terasa bagi masyarakat.
Dengan alokasi belanja APBN sebesar Rp122,19 triliun—naik Rp2,93 triliun atau 2,46% dari tahun sebelumnya—pengelolaan anggaran di Jawa Barat menuntut sistem yang adaptif dan responsif terhadap tantangan pembangunan. Dari total tersebut, Rp44,16 triliun dialokasikan untuk belanja kementerian/lembaga, dan Rp77,35 triliun untuk transfer ke daerah (TKD).
Menurut Fahma Sari Fatma, Kepala Kanwil DJPb Provinsi Jawa Barat, peran DJPb di daerah bukan hanya administratif, tetapi strategis. “Kami menjalankan fungsi treasury dari hulu ke hilir—mulai dari pencairan dana, pendampingan satuan kerja, hingga pertanggungjawaban anggaran,” jelasnya kepada TrustNews.
Peran itu dijalankan bersama 12 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang mengawal ribuan satuan kerja kementerian/lembaga serta 28 pemerintah daerah penerima transfer dana. “Fokus kami pada satuan kerja dan pemda dengan pagu besar atau program strategis nasional yang menghadapi kendala penyerapan,” tambahnya.
Pemerintah, lanjut Fahma, menekankan pentingnya belanja negara yang efisien dan berdampak. Efisiensi bukan semata pemangkasan, tetapi pengalihan anggaran ke sektor yang memberi manfaat langsung. “Contohnya, rapat bisa dilakukan daring, atau pengadaan alat tulis berkurang karena digitalisasi. Penghematan ini dialokasikan ke program yang menyentuh masyarakat,” ujarnya.
Salah satu wujud nyata efisiensi ialah percepatan pembangunan infrastruktur pendidikan. “Kalau sekolah bisa dibangun lebih cepat karena anggaran dieksekusi tepat waktu, anak-anak bisa segera menikmati manfaatnya,” ungkapnya.
Prinsip percepatan manfaat inilah yang menjadi panduan Kanwil DJPb Jawa Barat dalam mengawal penyaluran dana, termasuk Dana Desa, agar belanja pemerintah benar-benar bertransformasi menjadi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Namun, skala dan kompleksitas Jawa Barat menghadirkan tantangan tersendiri. Dengan lebih dari 1.150 mitra satuan kerja dan 28 pemerintah daerah penerima TKD—terbesar kedua di Indonesia—literasi keuangan publik menjadi prioritas. Untuk itu, Kanwil DJPb menggelar berbagai forum konsultasi, sosialisasi, dan pertemuan langsung (one-on-one meeting) guna memperkuat kapasitas pengelolaan anggaran.
“Kami menyediakan banyak kanal konsultasi agar kualitas pengelolaan keuangan negara semakin baik,” terang Fahma.
Tantangan lain muncul pada awal tahun 2025, saat realisasi anggaran sempat melambat akibat penyesuaian kebijakan efisiensi. Namun sejak triwulan kedua, pelaksanaan kembali on track. Hingga akhir September 2025, realisasi belanja K/L mencapai 71,69%, dan transfer ke daerah mencapai 78,19%, menunjukkan pemulihan eksekusi anggaran yang stabil.
Kinerja pengelolaan keuangan diukur melalui Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA)—alat evaluasi yang menilai perencanaan, pelaksanaan, dan hasil penggunaan anggaran. “IKPA memastikan setiap rupiah dieksekusi tepat sasaran, mendukung pertumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan,” jelas Fahma.
Kinerja tersebut tercermin dari opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih selama sembilan tahun berturut-turut sejak 2016 dari BPK, serta skor kepuasan pemangku kepentingan di atas 4,62 dari skala 5. “Ini bukti pelayanan kami prima,” ujarnya bangga.
Di tengah tuntutan efisiensi, Kanwil DJPb Jawa Barat berperan sebagai katalis pembangunan, dengan mengedepankan pendekatan berbasis data, sinergi lintas sektor, dan inovasi digital.
“Kami mengawal agar setiap rupiah memberi manfaat maksimal. Efisiensi bukan soal memotong anggaran, tapi mengarahkannya agar lebih berdampak,” pungkas Fahma. (TN)