trustnews.id

Katalog Produk UMKM Binaan Bank Indonesia Provinsi Banten
Doc, Istimewa

TRUSTNEWS.IDDi balik gemuruh kawasan industri Banten, geliat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal mulai mencuri perhatian. Usaha mikro dan kecil—yang sering kali dijalankan keluarga, berakar pada tradisi, dan terabaikan dalam narasi makroekonomi—kini dipersiapkan untuk memasuki era modern.

Katalog Produk UMKM Binaan Bank Indonesia Provinsi Banten memamerkan 53 produk unggulan yang tak hanya kaya akan cerita budaya, tetapi juga siap bersaing di pasar modern.

Ameriza Ma'ruf Moesa, Kepala Perwakilan BI Provinsi Banten, mengatakan, penyusunan katalog produk UMKM binaan Bank Indonesia Banten ini merupakan salah satu langkah nyata dalam upaya memperluas jangkauan pasar dan memperkenalkan produk unggulan dari Banten ke skala yang lebih luas.

"Kami berharap katalog ini dapat menjadi referensi bagi investor, pelaku bisnis, serta masyarakat luas yang ingin mengenal lebih jauh potensi UMKM Banten dan menjalin kerja sama yang saling menguntungkan," ujar Ameriza Ma'ruf Moesa.

Dari Kopi Leupeh Lalay ke Pasar Global

UMKM Banten lama berada dalam bayang-bayang industri besar, namun katalog ini memperlihatkan ekosistem usaha yang pantas dilirik. Kopi Leupeh Lalay, misalnya, adalah kopi unik dari Pandeglang yang dipanen dari kotoran kelelawar—produk premium dengan cerita yang menarik. Ada pula Cokelatin Indonesia yang mengolah kakao Sulawesi dan Jawa menjadi cokelat batangan single-origin seharga Rp115.000, bersaing dengan merek impor.

Bagian makanan dan minuman dalam katalog ini seperti etnografi kuliner: Emping Belinjo Citra Banten (keripik melinjo yang 70% diekspor), Sambal Obonk Syabina Berkah Sejahtera (sambal yang juga menjadi usaha sosial) dan Sesegeritu (teh bunga rosella rendah gula untuk penderita diabetes). Ini bukan seka- dar produk, melainkan cerita—tentang pertanian organik, resep turun-temurun, dan rantai pasokan halal.

Namun, tantangan tetap ada. Skala produksi masih terbatas. Kopi Batulawang, meski memiliki potensi Indikasi Geografis, hanya memproduksi 20-30kg per bulan untuk pasaran lokal. Di sinilah peran katalog ini menjadi jembatan menuju e-commerce dan ekspor.

Batik, Tenun Baduy, dan Mode Berkelanjutan

Tekstil Banten sarat dengan nilai sejarah. Batik Banten Mukarnas, batik pertama yang dipatenkan di provinsi ini, menghidupkan kembali motif-motif dari era Kesultanan Banten abad ke-17. Sementara itu, Ageman menghadirkan blazer ecoprint seharga Rp1,75 juta yang memadukan teknik shibori Jepang dengan pewarna alami Jawa.

Tenun Baduy, yang dahulu hanya ditemui di pedalaman Lebak, kini diadaptasi menjadi pakaian modern oleh merek seperti Dewi Sambi dan Nikhol Gallery. Pertanyaannya, apakah produk ini bisa bersaing dengan batik Yogyakarta atau tenun Bali? Katalog ini menawarkan strategi: memposisikan Banten sebagai underdog dengan kekayaan budaya yang unik.

Dari Eceng Gondok ke Kulit Pari

Bagian kerajinan memperlihatkan keunggulan Banten, Khyang Leather dengan tas kulit pari (Rp1,8 juta), Ratu Eceng yang menyulap eceng gondok menjadi tas, dan Kaywood yang membuat jam tangan kayu bermotif tenun Baduy. Produk ini tidak hanya untuk turis, tetapi juga ditujukan bagi pasar global.

Dwi Lim Craft adalah contoh usaha sosial yang mempekerjakan ibu rumah tangga dan lansia untuk membuat boneka rajutan (Rp250.000-390.000). Namun, tantangan skalabilitas masih ada. Akankah topi anyaman pandan seharga Rp50.000 bisa menembus pasar internasional? Entri bilingual dalam katalog ini menunjukkan ambisi ekspor Bank Indonesia.

Peran Bank Indonesia: Intervensi yang Berbeda

Berbeda dengan inkubator startup yang gemar sorotan, program UMKM Bank Indonesia fokus pada patient capital yakni pelatihan literasi keuangan, desain kemasan, dan sertifikasi halal. Katalog ini berfungsi ganda—sebagai alat pemasaran sekaligus laporan kebijakan.

"Tahun depan target kami 30% UMKM binaan sudah bisa ekspor," tutur Ameriza

Namun, beberapa tantangan masih terlihat. Hanya Meraki Cipta Rasa (produsen makanan beku) yang mencantumkan sertifikasi HACCP; sebagian besar belum memiliki izin BPOM. Adopsi digital juga tidak merata, La Sambal sudah menjual bumbu pecel di Tokopedia, sementara yang lain masih mengandalkan transaksi via Instagram.

Langkah selanjutnya? Menghubungkan UMKM ini dengan rantai pasokan modern seperti GrabMart atau Sayurbox. (TN)