
TRUSTNEWS.ID - Di tengah gempuran fintech dan bank-bank besar, PT. BPR Gunung Slamet hadir sebagai “pahlawan finansial” bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal. Dengan pendekatan yang humanis dan layanan yang terjangkau, BPR ini berhasil menjadi sandaran bagi ribuan pelaku UMKM yang kerap kesulitan mengakses pembiayaan.
Namun, di era digital yang serba cepat, bisakah BPR Gunung Slamet tetap relevan? Bagi pedagang kecil di pasar tradisional, mengajukan kredit ke bank seringkali seperti mimpi yang sulit diwujudkan. Syarat yang rumit dan kebutuhan jaminan menjadi penghalang besar.
Disinilah BPR Gunung Slamet hadir dengan solusi sederhana Kredit Slamet. Irawan Jayasaputra, Direktur Utama BPR Gunung Slamet, mengatakan, dengan plafon hingga Rp3 juta tanpa jaminan, produk ini menjadi andalan bagi banyak pelaku UMKM. Syaratnya pun mudah, cukup menjadi nasabah tabungan aktif selama tiga bulan.
Tidak hanya itu, BPR ini juga menawarkan Program Solutif Bebas Bunga (PSBB) dengan plafon hingga Rp10 juta. Meski memerlukan jaminan, program ini tetap menjadi pilihan menarik bagi UMKM yang membutuhkan modal lebih besar.
“BPR Gunung Slamet tidak hanya menunggu nasabah datang ke kantor. Kami mengadopsi strategi jemput bola di mana petugas bank mendatangi pasar-pasar tradisional untuk menawarkan layanan langsung ke pelaku UMKM,” ujar Irawan Jayasaputra sedikit berpromosi saat berdiskusi dengan TrustNews.
Irawan menegaskan, dukungan BPR Gunung Slamet terhadap UMKM tidak sekadar wacana. Pada akhir 2023, porsi kredit UMKM dalam portofolio kreditnya mencapai 28,79% dan diproyeksikan naik menjadi 30,01%* di akhir 2024.
“Meski masih jauh dari target ideal 50%, angka ini menunjukkan komitmen nyata BPT Gunung Slamet mendorong pertumbuhan UMKM” jelasnya.
Di era serba digital, menurutnya, BPR Gunung Slamet juga berusaha mengejar ketertinggalan. Mereka meluncurkan aplikasi Catat Mak, sebuah tools keuangan sederhana yang bisa dioperasikan via smartphone Android. Aplikasi ini diran- cang untuk membantu pelaku UMKM mencatat keuangan usaha mereka dengan lebih mudah.
Hanya saja diakui Irawan, jalan digitalisasi tidak selalu mulus. Sebanyak 80% nasabah BPR Gunung Slamet adalah pedagang pasar tradisional yang belum sepenuhnya melek teknologi. Banyak di antara mereka yang justru bingung saat menggunakan aplikasi ini.
“Respon yang terjadi dilapangan macam-macam ada yang senang merasa terbantu dengan adanya aplikasi tersebut tetapi ada juga yang malah bingung karena hampir 80% nasabah BPR rata-rata mereka para pedagang dipasar sehingga ini menjadi tantangan tersendiri dalam rangka proses implementasi aplikasi tersebut,” paparnya.
“Ini tantangan bagi kami. Bagaimana kami harus terus berinovasi, sambil tetap mempertahankan pendekatan konvensional yang selama ini menjadi kekuatannya,” ungkapnya.
Disinilah menariknya. Manajemen BPR Gunung Slamet menjadikan channel YouTube sebagai jalan keluar. Dijelaskan Slamet, bank yang dipimpinnya secara rutin mengadakan program edukasi.
“Setiap bulan kami menggelar Tabungan ASG (Arisan Simpanan Gunung), diisi dengan sesi edukasi tentang pentingnya menabung dan mengelola keuangan.Acara ini digelar secara berpindah-pindah dari satu pasar ke pasar lainnya, bahkan disiarkan langsung di YouTube untuk menjangkau lebih banyak orang,” urainya
“Program ini tidak hanya meningkatkan pemahaman keuangan nasabah, tapi juga memperkuat hubungan emosional antara bank dan pelaku UMKM,” tambahnya.
Meski telah berjasa besar bagi UMKM lokal, diakuinya, BPR Gunung Slamet menghadapi tantangan serius. Persaingan dengan program KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang disalurkan melalui bank umum dengan suku bunga rendah menjadi ancaman nyata. Selain itu, beban regulasi yang semakin berat juga menyita waktu dan sumber daya bank ini.
“BPR Gunung Slamet berharap mendapatkan dukungan lebih besar dari pemerintah, terutama dalam hal kebijakan yang lebih mengakomodir kebutuhan BPR,” ujarnya
“Target jangka pendeknya adalah tetap tumbuh dan terus memberikan layanan terbaik bagi UMKM lokal,” pungkasnya. (TN)