trustnews.id

Hemat Listrik Pakai PLTS Atap
Direktur utama PT. Deltamas Solusindo Henry Saputra

Hemat Listrik Pakai PLTS Atap

BISNIS Rabu, 19 Februari 2020 - 07:26 WIB TN


PLTS atap mampu mengurangi besaran tagihan listrik. Meski begitu sejumlah kendala masih menghadang.

Indonesia sebagai negara tropis yang dilewati garis khatulistiwa, seharusnya penggunaan panas matahari  menjadi alternatif sebagai sumber energi (listrik). Satu pilihan yang bisa diambil, yakni PLTS atap. Lebih efisien, murah dan ramah lingkungan.
Hanya saja, masyarakat belum sepenuhnya memahami listrik tenaga surya, penggunaan serta manfaatnya. Ini ditengarai, Kurangnya informasi yang lengkap dan objektif serta sosialisasi yang masif kepada masyarakat.  
“Efek pertama tentu efisiensi. Energi listrik yang harus dibayar tiap bulan sebesar 11 juta rupiah, setelah pasang atap surya cukup 5 juta rupiah tiap bulan. Efek kedua, pengurangan emisi karbon. Atap surya itu zero emission dan zero polution,” ujar Direktur utama PT. Deltamas Solusindo Henry Saputra.
Sebagai informasi, Deltamas Solusindo yang memproduksi panel surya SOLAR QUEST meresmikan pabrik panel surya pertamanya dibilangan Parung Panjang Bogor pada 2019 lalu. 
Pabrik dengan robotic system tersebut, menurut Henry, searah dengan visi meningkatkan ketersediaan listrik bersumber dari energi terbarukan sinar matahari yang ramah lingkungan dan terjangkau demi meningkatkan kualitas hidup Warga Negara Indonesia.
“Sebagai upaya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Kami percaya kelestarian lingkungan akan berdampak positif pula bagi kelestarian masyarakat sekitarnya,” paparnya.
Atap surya dengan brand SOLAR QUEST ini, lanjutnya, bisa menghasilkan energi listrik terbarukan dari sinar matahari. 
“Listrik dari matahari sebagai energi terbarukan ini tidak menyebabkan polusi udara,  polusi suara, sangat stabil dan juga sangat dapat diandalkan,” tambahnya.
Deltamas Solusindo sudah hadir sejak tahun 1997 lalu. Sejak awal berdiri PT Deltamas Solusindo berspesialisasi sebagai perusahaan Engineering, Proucurement dan Construction (EPC) di Mechanical Electrical dan Plumbing (MEP) serta HVAC clean room. Produk jasa unggulannya adalah Building Automation System (BAS) nya. 
“Sebagai manufaktur untuk Photovoltaic (PV) Module, Deltamas Solusindo tidak hanya mampu untuk memberikan produk, namun juga untuk jasa EPC,” paparnya.
SOLAR QUEST, produk dari PT Deltamas Solusindo diklaim mampu bertahan hingga lebih dari 25 tahun. Banyak keunggulan dari penggunaan PV system pada bangunan, seperti tidak menghasilkan CO2 dan tidak menambah emisi jejak karbon atau carbon footprint dan juga bebas polusi udara serta sangat bisa diandalkan. Fleksibilitas juga dapat dilihat dari instalasi yang dapat dilakukan dimana saja baik di gunung,  atap dan bahkan di atas air (floating PV system).
“Banyak keunggulan dari penggunaan PV system dan karena hal itulah kenapa kita perlu lebih mengandalkan energi terbarukan dibanding energi yang tidak terbarukan,” jelas Henry.

Sebagai pengusaha yang bergerak di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dirinya pun mengeluhkan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT PLN itu dinilainya menghambat pengembangan PLTS Atap di tanah air.
“Kalau bisa feed in tarif jangan 1: 0,65 idealnya 1:1. Ini untuk menarik si konsumen, terutama rumah dan komersial,” ujarnya.
Perbandingan yang dimaksudnya itu terkait nilai feed in tarif. Permen menetapkan nilai transaksi ekspor listrik ke jaringan PLN sebesar 65%. Besaran ini menjadi tidak menarik secara ekonomis bagi masyarakat
“Tarif ekspor yang lebih rendah berakibat panjangnya masa pengembalian investasi. Sekaligus menurunkan tingkat pengembalian investasi,” paparnya.
Selain itu, Henry juga mengeluhkan maraknya peredaran modul surya yang
tidak memiliki sertifikasi Indonesia seperti SNI.
“Pemerintah harusnya mewajibkan modul surya memiliki sertifikat SNI. Tujuannya mengerem tingginya impor modul surya dan mendorong masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri. Dan,
membuat harga menjadi lebih kompetitif,” ujarnya.
Tak hanya memberlakukan SNI, lanjutnya, pemerintah juga bisa menggunakan skema safe guard impor duty. Yakni, pengenaan bea masuk dalam jangka waktu tertentu.
Hitung-hitungannya, bila permintaan pasar meningkat, maka produksi juga akan meningkat. Peningkatan produksi ini akan berdampak pada turunnya harga jual di pasaran. 
“Kalau sekarang produk dalam negeri bersertifikat SNI dihajar produk impor, bagaimana mau bersaing,” pungkasnya.  (TN)