trustnews.id

Asperindo: Jangan Biarkan Bisnis Logistik Dibiarkan Tidak Menentu
Dok, Istimewa

TRUSTNEWS.ID,. - Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) mengakui bahwa saat ini bisnis jasa pengiriman barang tengah dihadapkan pada kondisi yang tidak menentu. Permasalahan utama yang membuat kondisi bisnis industri logistik tidak menentu adalah terkait program bebas biaya pengiriman barang yang terdapat di berbagai platform marketplace.

Asperindo juga menilai situasi ini bisa terjadi lantaran masih tumpang tindihnya peran pemerintah sebagai regulator dalam mewadahi industri ini. Secara operasional, industri jasa pengiriman berkaitan dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Namun, dari sisi teknis lapangan industri tersebut juga berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Oleh karena itu, Asperindo berharap agar ke depannya, situasi ini segera dihentikan oleh pemerintah. Saatnya Indonesia memiliki badan logistik sendiri. Hal itu memudahkan industri jasa pengiriman mendapatkan arahan yang jelas dan juga regulasi yang tepat. Para pelaku usaha pengiriman saat ini pada posisi yang tidak baik, industrinya juga tidak sehat. Produksi bisa saja naik, tapi omset revenue menurun tajam karena tarif layanan rendah, biaya-biaya operasional (padat karya-modal) naik, likuiditas negatif, dan profitabilitas menurun drastis.

Apabila kondisi ini dibiarkan, ekesesnya sanggat negatif bagi bisnis industri logistik di Indonesia. Sekretaris Jenderal Asperindo Trian Yuserma dalam beberaoa waktu terakhir telahh mengendus adanya aroma dugaan praktik persaingan tidak sehat dalam beberapa waktu terakhir. Ini menjadi perhatian pelaku industri ekspedisi dan pos, khususnya pelaku usaha lokal. 

Asperindo menduga telah terjadi monopoli antara platform e-commerce dan ekspedisi tertentu. Sehingga bisa menggerus pangsa pasar pelaku usaha lainnya.Kontrak eksklusif itu diduga menawarkan tarif jasa pengiriman yang sangat rendah. Sehingga sulit disaingi pelaku usaha lain atau erat dengan strategi 'bakar uang'. Kebijakan ini secara langsung juga merugikan konsumen, baik penjual maupun pembeli. Pasalnya, konsumen tidak bisa lagi memilih ekspedisi sesuai dengan preferensinya. 

Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, tentu akan menimbulkan monopoli antara platform e-commerce dan ekspedisi tertentu. Sehingga bisa menggerus pangsa pasar pelaku usaha lainnya. Kontrak eksklusif itu diduga menawarkan tarif jasa pengiriman yang sangat rendah. Yang melanggar Peraturan Menteri Kominfo Nomor 1 tentang Formula Tarif Layanan Komersial dimana secara jelas diatur bahwa tarif tidak boleh lebih rendah dari harga pokok produksi.