trustnews.id

Komitmen Besar TIA Dalam Pengelolaan Lingkungan
Irfan Triyunanto, Kepala Teknik Tambang PT Tunas Inti Abadi.

Komitmen Besar TIA Dalam Pengelolaan Lingkungan

BISNIS Senin, 25 April 2022 - 13:49 WIB TN

PT Tunas Inti Abadi (TIA) didirikan pada 11 November 2003, yang kemudian diakuisisi pada 18 Desember 2007 oleh PT Tiara Marga Trakindo melalui anak perusahaannya yaitu PT Sumberdaya Sewatama dan PT Sanggar Sarana Baja. TIA kemudian diakuisisi oleh PT ABM Investama Tbk pada 23 Oktober 2009. Setahun kemudian, tepatnya pada 14 Desember 2010, Reswara melakukan akuisisi terhadap TIA.

Sebagai anak perusahaan dari Reswara, TIA bergerak dalam usaha produksi dan penjualan batubara. Produk batubara TIA memiliki merek dagang “TIA The Compliant Coal” dengan kandungan sulfur dan abu yang rendah. TIA memiliki konsesi pertambangan batubara di Kecamatan Kusan Hulu dan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan.

Adapun luas area konsesi pertambangan perseroan sebesar 3.085 Ha dengan potensi cadangan batubara diperkirakan sebesar 52 juta metrik ton dan produksi tahunan sebesar 5 juta metrik ton. Kinerja operasional PT Tunas Inti Abadi dari 2015 cenderung stabil. TIA telah mencapai tingkat produksi bulanan yang stabil sebesar lebih dari 400 ribu metrik ton.

Meskipun begitu TIA juga memiliki komitmen besar dalam menciptakan pengelolaan lingkungan yang terbaik, terutama di wilayah konsesi yang merupakan lingkup kerja TIA. Langkah ini merupakan salah satu bentuk komitmen terbesar TIA, karena masalah pengelolaan lingkungan ini masuk ke dalam aturan atau kebijakan yang harus dijalankan perusahaan secara konsisten.

“Dari dorongan ini kami membuat program yang acuannya dari dokumen lingkungan dan pengelolaan lingkungan, baik air tambang, emisi, debu dan juga pelaksanaan reklamasi, khususnya menyangkut air asam tambang,” ungkap Kepala Teknik Tambang TIA, Irfan Triyunanto kepada Trustnews.

Dari berbagai proyek yang dikerjakan, perusahaan juga mengedepankan kajian hidrogeologi yang tujuannya untuk mengungkap apakah ada potensi material yang menimbulkan air asam tambang. Jika ada dikaji lebih dalam lagi, lapisannya akan dikelola lagi dengan baik. Sehingga sebisa mungkin diminimalkan atau dihindarkan paparan udara dan air sehingga tidak sempat membentuk air asam tambang.

Tidak hanya itu, hingga pemukiman perumahan umum TIA juga mengkaji dan mengelola dari sisi kekeruhan, PH, debit dan dipantau juga kandungan logam beratnya.

“Sehingga ada acuan baku mutu dan kita penuhi sebelum dikeluarkan ke perairan umum,” tambahnya.

Terkait reklamasi, secara overall dari total bukaan tambang TIA seluas 1149 hektar, lokasi yang sudah direklamasi hampir 800 hektar lebih. Bukaan itu untuk disposal aktif. Disamping itu, karena ini wilayah kehutanan, TIA punya izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH). Dan TIA juga punya kewajiban untuk melakukan penanaman rehabilitasi DAS seluas 1:1.

“Sampai saat ini, dari total luasan 1745 hektar tahun 2021 kami sudah lakukan serah terima seluas 718Ha untuk rehab Derah Aliran Sungai (DAS) dan akhir 2021 kami juga melakukan penilaian seluas 429hektar.”

“Jadi lebih dari 60% kami komitmen untuk penuhi kewajiban. Dampaknya untuk lingkungan itu bisa membantu menyerap emisi karbon, kami juga lakukan perhitungan cadangan karbon yang bisa diserap oleh lokasi yang Sudah direklamasi,” tambahnya.

Langkah Awal TIA dalam pengelolaan lingkungan tergambar ketika perusahaan melakukan pengurangan emisi dengan penggunaan power suplay dari PLN, dan beberapa penerangan yang menggunakan panel surya. Ditambah juga ketika melakukan penggalian batu bara direct dari PIT ke port ini untuk mengurangi emisi.

“Jalan hauling-nya dibentuk all way the road. Jadi untuk mengurangi debu, kami juga tanami pepohonan. Dan untuk WMP kami pasang alat sparing untuk monitor online,” tutur Irfan lagi.

Selain itu, dalam upaya pengelolaan lingkungan yang baik, pihaknya juga terus mengedepankan program Corporate Social Responsibility (CSR) di daerah rehabilitasi DAS. Bahkan salah satu rehabilitasi DAS TIA menjadi percontohan yang melibatkan masyarakat setempat. Salah satunya di Kawasan Hutan Raya Sultan Adam, Kalimantan Selatan.

 Setelah dilakukan serah terima rehabilitasi, nantinya akan diserahkan ke pengelola hutan dan dimanfaatkan lagi bagi kemaslahatan masyarakat setempat. Bahkan di daerah Batulicin KalimantanSelatan, yang dikenal lahannya tidak bisa ditanami padi, oleh TIA ditanami tanamanserai wangi.

"Mudah-mudahan apa yang kami lakukan bisa diganjar penghargaan Adhitama dari Kementerian ESDM dan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kami diberikan land proper biru. Ini citacita kami sebagai simbol keberhasilan kami dalam mengelola lingkungan,” harap Irfan. (TN)