trustnews.id

Kebijakan Buyback Saham, Untuk Stabilkan IHSG di Tengah Ketidakpastian Global
Kepala OJK Provinsi Kaltimtara saat audiensi dengan Bupati Kutim, Ardiamsyah Sulaiman mengenai percepatan akses keuangan daerah. (Foto ist)

TRUSTNEWS.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya menjaga stabilitas pasar modal Indonesia di tengah tekanan ekonomi global dan kebijakan pemerintahan baru. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah kebijakan buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Kebijakan ini bertujuan untuk menahan laju penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat mengalami tekanan. Menurut Kepala OJK Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Parjiman, kondisi pasar modal Indonesia saat ini masih dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal.

“Tantangan ini selalu ada, terutama karena situasi global masih belum menentu, seperti konflik di Gaza yang masih berlangsung. Di dalam negeri, pemerintahan baru juga masih dalam tahap penyesuaian kebijakan, sehingga pasar masih meraba-raba arah kebijakan ekonomi ke depan. Akibatnya, indeks saham kita sempat turun,” ujar Parjiman dalam wawancara khusus dengan Trustnews.

Untuk mencegah dampak yang lebih luas, OJK pun mengambil langkah cepat dengan menerbitkan kebijakan buyback saham tanpa perlu persetujuan RUPS. “Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga agar penurunan IHSG tidak berlanjut. Bahkan, sempat dilakukan penghentian sementara perdagangan saham atau trading halt sebagai langkah pengamanan pasar,” jelasnya.


Meskipun pasar modal menghadapi tantangan, industri jasa keuangan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara tetap menunjukkan pertumbuhan positif. Parjiman mengungkapkan bahwa sektor perbankan di Kaltim terus berkembang.


“Aset perbankan di Kaltim meningkat dari Rp425,19 triliun pada tahun sebelumnya menjadi Rp462,03 triliun pada 2024, atau tumbuh 8,66%,” ungkapnya.

Selain itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan sebesar 8,75% menjadi Rp406,14 triliun, menandakan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi. Sementara itu, kredit perbankan di Kaltim tumbuh 30% menjadi Rp496,32 triliun, meskipun masih di bawah pertumbuhan nasional yang mencapai dua digit.

Meskipun dalam persentase yang lebih kecil. Aset dana pensiun meningkat dari Rp2,05 triliun menjadi Rp2,07 triliun, atau naik 0,74%. Sementara itu, modal ventura mengalami peningkatan yang lebih signifikan, dengan penyertaan modal naik 16,01% dari Rp70,16 miliar menjadi Rp81,39 miliar.

Sebagai regulator, OJK Kaltim-Kaltara memiliki tanggung jawab dalam mengawasi industri jasa keuangan yang berkantor pusat di wilayah ini, termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kaltim Kaltara, beberapa dana pensiun, pergadaian, serta perusahaan penjaminan kredit daerah (Jamkrida).

Parjiman menyoroti bahwa kebijakan efisiensi anggaran pemerintah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. “Jika anggaran kementerian dan lembaga di daerah dikurangi, maka aktivitas ekonomi di sektor swasta juga bisa terdampak. Izin usaha yang berkurang dan proyek infrastruktur yang melambat dapat mempersempit ruang gerak ekonomi,” ujarnya.

Namun diyakininya, pemerintah juga mengupayakan solusi melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diyakini dapat menciptakan lapangan kerja baru, terutama bagi sektor usaha kecil seperti katering. “Meski program ini masih dalam tahap awal dan belum terbukti dampaknya secara luas, jika berjalan lancar, ini bisa membantu menggerakkan ekonomi daerah,” tambahnya.

OJK juga menekankan pentingnya edukasi dan inklusi keuangan agar masyarakat tidak mudah terjebak dalam investasi ilegal atau pinjaman online yang tidak terpercaya.

“Kami selalu mengingatkan masyarakat untuk memastikan bahwa produk keuangan yang mereka pilih harus legal dan logis. Jika ada penawaran investasi atau pinjaman yang tampak terlalu menggiurkan, cek dulu legalitasnya di OJK,” ujar Parjiman.

Sebagai bagian dari upaya meningkatkan inklusi keuangan, OJK bekerja sama dengan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) untuk memperluas akses layanan keuangan, termasuk program kredit inklusif, Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR), serta program Ekosistem Pusat Inklusi Keuangan Syariah (EPIKS) yang diperuntukkan bagi Komunitas Pesantrean dan lembaga pendidikan berbasis islam, pedesaan, masjid, organisasi islam, dan lainnya.

Hingga saat ini, indeks literasi keuangan di Indonesia telah mencapai 65%, sementara indeks inklusi keuangan berada di angka 75%. OJK berharap angka ini terus meningkat agar masyarakat semakin memahami pentingnya pengelolaan keuangan yang baik dan aman.