trustnews.id

Revitalisasi Lapas Strategi Kemandirian Agribisnis
Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS), Sri Puguh Budi Utami memanen melon madu di Lapas Cilegon

Berbenah merevitalisasi lembaga pemasyarakatan (Lapas). Satu diantaranya menyulap penjara lahan pertanian.

Berbagai upaya pembinaan yang telah dilakukan kedua belah pihak selama ini dapat membangun citra positif bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Ini dilakukan dengan tujuan, selepas bebas nanti WBP memiliki ketrampilan dan siap diterima masyarakat. 
Dari berbagai program pelatihan ketrampilan tersebut, pembinaan kemandirian yang menjadi fokus utama adalah di bidang agribisnis. Selain menyesuaikan dengan kondisi Indonesia sebagai negara agraris, pembinaan kepribadian di bidang agribisnis juga bertujuan untuk turut menjaga ketahanan pangan di Indonesia.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS), Sri Puguh Budi Utami, mengatakan, program pembinaan kemandirian agribisnis, WBP diberikan pelatihan mulai dari bercocok tanam, beternak hingga budi daya ikan. Mereka akan terlibat langsung sejak proses pengolahan lahan hingga proses pasca panen dan pemasaran yang berlangsung di lapas minimum security. 
"Kami sedang merintis lapas-lapas minimum yang menjadi bagian dari Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan untuk menghasilkan produk-produk pangan dari tangan-tangan terlatih WBP yang berkualitas dan diharapkan bisa menjadi lumbung ketahanan pangan bagi Indonesia," ujar Utami kepada TrustNews.
Bagi Utami, program pembinaan kemandirian agribisnis bukan semata-mata untuk mendapatkan manfaat ekonomi dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tetapi memiliki tujuan adanya reintegrasi sosial bagi WBP dengan masyarakat. 
“Program ini menyiapkan WBP agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik setelah bebas sehingga tidak mengulangi untuk melakukan tindak pidana (residivis),” tegas Dirjen PAS Perempuan Pertama di Kemenkum HAM itu.
Dalam program pembinaan kemandirian agribisnis, lanjutnya, WBP diberikan pelatihan mulai dari bercocok tanam, beternak hingga budi daya ikan. Mereka akan terlibat langsung sejak proses pengolahan lahan hingga proses pasca panen dan pemasaran yang berlangsung di lapas minimum security. 
Sebagaimana diketahui, jumlah WBP mencapai 265.796 orang, per 28 Oktober 2019, tentu membutuhkan strategi khusus dalam menangani masalah overcrowded yang terjadi di hampir seluruh lapas/rutan di Indonesia.
“Overcrowded mengakibatkan potensi gangguan keamanan dan ketertiban meningkat yang dapat mengganggu proses pembinaan. Jika sebelumnya indikator penilaian WBP hanya berdasarkan waktu, kini dalam Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan telah berubah menjadi perubahan perilaku yang nantinya diasesmen secara rutin oleh petugas,” paparnya.
Adapun indikator yang menjadi dasar penempatan WBP di lapas dengan level keamanan tertentu, lanjutnya, hingga akhirnya menjalani pembinaan di Lapas minimum security. Pelaksanaan Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI nomor 35 tahun 2018.
Namun kondisi overcrowded, dalam pandangannya, tidak selamanya menjadi suatu masalah. Besarnya jumlah WBP justru dianggap sebagai sumber daya manusia yang sangat potensial. 
“Program pembinaan, baik kemandirian maupun kepribadian, dirancang untuk menyiapkan WBP menjadi individu yang lebih kompeten sehingga memiliki peluang lebih besar untuk hidup lebih baik dan mandiri setelah bebas,” ujarnya.
Pembinaan kemandirian yang menjadi fokus utama, lanjutnya, di bidang agribisnis. Selain menyesuaikan dengan kondisi Indonesia sebagai negara agraris, pembinaan kepribadian di bidang agribisnis juga bertujuan untuk turut menjaga ketahanan pangan di Indonesia.
Dalam penjelasannya, pembinaan kemandirian ini berlangsung di Lapas Minimum Security, dimana WBP yang berada di Lapas Minimum Security sebelumnya telah memenuhi unsur adanya perubahan perilaku dan mendapatkan pelatihan. Pada level ini, WBP diharapkan telah mampu untuk melakukan tahap produksi hingga pemasaran. Program pembinaan juga diselenggarakan dalam bentuk asimilasi dan reintegrasi, sehingga WBP dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat.
"Para WBP tidak sekadar menjadi manusia tanpa keahlian, namun harus mampu memenuhi kesatuan kehidupan dan penghidupan sesuai tujuan Pemasyarakatan,” tutur Utami.
Bahkan hingga saat ini, lanjutnya, WBP telah mampu menghasilkan berbagai jenis bahan pangan seperti beras, ikan, sayuran, buah-buahan hingga mengolah residu seperti pupuk kandang yang kemudian dimanfaatkan kembali untuk menyuburkan tanah perkebunan. 
"Seperti contohnya di Lapas Terbuka Nusakambangan yang memang memiliki lahan yang sangat luas. WBP disana berhasil mengolah sawah hingga beberapa waktu lalu dilakukan panen raya yang juga dihadiri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pak Yasonna," pungkasnya. (TN)