trustnews.id

Kerja Inovatif Imigrasi Menjaga Kedaulatan Negeri

Beragam terobosan dilakukan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan memanfaatkan perkembangan Revolusi Industri 4.0. Apa saja?

Palang pintu dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Imigrasi mengemban tugas cukup berat, antara lain pelayanan masyarakat, pengamanan negara, dan penegakan hukum keimigrasian, sekaligus fasilitator pembangunan perekonomian nasional.
Dalam menjalankan tugasnya, ada beragam isu terkait keimigrasian. Isu yang paling panas terkait keberadaan tenaga asing asal Cina yang membanjiri Indonesia. Akibatnya, Pemerintah dituding sengaja membuka kesempatan bagi TKA untuk bekerja di Indonesia ketika angka pengangguran di dalam negeri masih tinggi.
Langkah cepat diambil Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, untuk memungkasinya dengan mengungkap data jumlah tenaga kerja asing asal Cina di Indonesia. Sesuai data Imigrasi, jumlah tenaga kerja asal Cina di Indonesia adalah 31.030 orang. Jika dibandingkan total jumlah tenaga kerja asing di Indonesia yang sebanyak 160.865 warga negara asing, maka TKA asal Cina hanya sekitar 20 persen saja. 
Direktur Jenderal Imigrasi, Ronny F. Sompie mengatakan, pengungkapan data terkait tenaga kerja asing yang sempat diributkan ditujukan untuk menjaga stabilitas pembangunan ekonomi nasional dan kepastian bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 
“Salah satu tugas yang diemban Ditjen Imigrasi yaitu sebagai fasilitator penunjang pembangunan ekonomi nasional, saat itu kondisinya tengah viral soal serbuan tenaga kerja asing. Soal berapa jumlah sebenarnya dan apakah betul ada serbuan, kita punya datanya. Berapa sih jumlahnya, ya kita publish ke masyarakat,” ujarnya.  
Dalam tugasnya sebagai fasilitator penunjang pembangunan ekonomi nasional itulah, lanjutnya, imigrasi memberikan kemudahan birokrasi bagi para investor, pebisnis dan direksi perusahaan asing atau bahkan orang-orang asing yang berinvestasi di Indonesia terkait visa dan proses pengajuan izin tinggalnya. 
“Sebelum Perpres 20 tahun 2018 diberlakukan proses mengurus visa terbatas membutuhkan waktu yang lama. Pasca Perpres 20 kita paling lama waktunya 2 hari. Proses perizinan hanya memakan waktu dua hari, tapi persyaratan-persyaratan yang berlaku tidak berubah. Ketika pemberian izin sudah sesuai aturan yang berlaku sebetulnya ini menjadi nilai tambah bagi investor  karena prosesnya begitu cepat,” ucapnya.
Sebagai informasi, Sebelumnya, seorang TKA harus memiliki rekomendasi dari Kemnaker, seperti Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) dan Izin Mempekerjakan TKA (IMTA). RPTKA dan IMTA harus didapatkan sebelum mereka mengajukan Visa dan ITAS ke Ditjen Imigrasi.
Namun, kini Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 (Perpres 20 Tahun 2018), Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 10 Tahun 2018, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pemberian Visa dan Izin Tinggal Bagi TKA, berusaha menyederhanakan proses perizinan TKA. Salah satu caranya dengan mengintegrasikan sistem di Kementerian Ketenagakerjaan dan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk memudahkan proses mendapatkan Izin Kerja dan Izin Tinggal TKA. Sistem ini sudah mulai diimplementasikan sejak awal 2019.
Namun diingatkan Ronny, cepatnya proses perijinan tersebut tidak diartikan pemerintah memberikan perlakuan khusus kepada warga negara asing. Prosedur pengajuan tetap berpedoman pada aturan yang berlaku saat mengajukan visa ijin tinggal terbatas.
“Mengapa bisa cepat karena sudah online, tenaga kerja sudah memastikan bahwa secara administrasi bahwa ijin kerja tercukupi, artinya sudah ada RPTKA dari investor yang mempekerjakan tenaga asing itu sesuai dengan jangka waktu yang mereka mintakan, sudah membayar DKP TKA (dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing) sesuai dengan waktunya. Bila semua syarat sudah terpenuhi secara online langsung ada notifikasi ke Ditjen Imigrasi,” paparnya.
Tak hanya menyederhanakan perizinan bagi Tenaga Kerja Asing (TKA) melalui layanan Online Single Submission (OSS), Ditjen Imigrasi pun memanfaatkan perkembangan Revolusi Industri 4.0 dengan mengembangkan penggunaan teknologi informasi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi keimigrasian, yakni Quick Response Code (QR Code) dan Pendaftaran Antrean Paspor Online (APAPO) versi 2.0.
QR Code, dijelaskan Ronny,  memudahkan pihak Imigrasi dalam memantau keberadaan dan pergerakan orang asing dari satu wilayah ke wilayah lain di Indonesia.
”Saat tiba di Indonesia melewati pemeriksaan Imigrasi mereka akan menunjukkan paspornya, kemudian stiker QR Code akan ditempel pada paspor dengan pemberian cap izin memasuki wilayah Indonesia. Dengan stiker QR Code, petugas imigrasi bisa melakukan pemindaian lewat ponsel pintar (smartphone). Posisi saat dilakukan pemindaian secara otomatis akan terkirim dan terekam di pusat data keimigrasian,” ujarnya.
Hal ini akan Terekam melalui setiap pembelian tiket perjalanan domestik, penginapan dan sebagainya.
Begitu juga dengan APAPO yang memberikan kemudahan masyarakat dalam mengakses keimigrasian khususnya layanan paspor. Aplikasi ini merupakan versi terbaru dari aplikasi Antrean Paspor yang sebelumnya dikeluarkan pihak Ditjen Imigrasi RI.
"Aplikasi ini kini sudah dilengkapi dengan berbagai fitur keamanan yang melindungi data pemohon paspor,” ujarnya.
Beragam terobosan yang dilakukan Ditjen Imigrasi, lanjutnya, diharapkan membantu dan mendorong pertumbuhan investasi sehingga bisa mendorong dan meningkatkan perekonomian di Indonesia. 
“Online Single Submission, QR Code, APAPO, sistem permohonan visa secara online dan penerapan prosedur pembayaran melalui Bank SIMPONI (Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Online) menjadi prioritas Imigrasi saat ini dengan menuntaskan restrukturisasi SIMKIM sebagai tulang punggung Imigrasi dan penguatan SDM Imigrasi,” pungkasnya. (TN)