trustnews.id

ANGGOTA MPR RI PROF JIMLY ASSHIDDIQIE SOSIALISASIKAN PANCASILA, UUD 1945, NKRI DAN BHINEKA TUNGGAL IKA BERSAMA MAHASISWA
Dok, Istimewa

TRUSTNEWS.ID - Anggota MPR RI Prof. Dr. JimlyAsshiddiqie bekerjasama dengan Jimly School Law & Government dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas di Jakarta kembali mengadakan sosialisasi empatpilar MPR RI dengan tema Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.

Kegiatan sosialisasi empat pilar ini sangat penting dilakukanbagi seluruh anggota DPR maupun DPD dalam rangkamembangun kesadaran konstitusional seluruh wargaIndonesia. Sebagai negara yang di dalamnya terdapat bangsaterdapat kesepakatan-kesepakatan kolektif yang harus kitapahami bersama. Itulah sebetulanya yang kita sebut denganPancasila, Undang-Undang Dasar, NKRI, sementaraBhinneka Tunggal Ika itu realitas kenyataan hidup kitasebagai sebuah bangsa Indonesia ini beraneka ragam, bukanhanya suku tetapi agama dan juga bahasanya.” Sambutnya dalam pengantar kegiatan.

Anggota MPR RI Prof Jimly menyampaikan “bahasa di negara Indonesia ini termasuk banyak, terdapat 726 bahasadaerah. Bahasa itu menandakan cara berpikir, makamasyarakat Indonesia ini paling plural salah satunya di dunia. Plurarisme yang terjadi di Indonesia berbeda dengan apa yang terjadi di Amerika, denga nada banyaknya perbedaan di Indonesia maka plurarisme yang terjadi adalah fragmented dan segmented plurarism. Dimana plurarisme yang terjadi ituterkotak kotakan tidak tercampur antara satu dengan yang lainnya”.

Kebhinekaan harus kita sadari sebagai realitas, sementarapluralitas ini kita harus hidup dalam struktur organisasibernegara yang bernama NKRI. Dalam Undang-UndangDasar Pasal 37 terdapat ketentuan tentang prosedur perubahanundang-undang dasar. Ayat 1-4 mengatur tentang prosedurperubahan undang-undang, sementara di ayat 5 khususmengenai NKRI tidak dapat diadakan perubahan. Karena bukan hanya soal bentuk negara dan soal prosedur dan pasal, tetapi ini mengandung unsur ideologis NKRI, maka terdapatistilah “NKRI harga mati” lanjutnya.

Guru Besar Universitas Indonesia ini juga mengatakan “indonesia pernah menggunakan sistem negara federal tahun1949, sementara di tahun 1950 kembali menjadi negara kesatuan. Dalam pengalaman perjuangan kemerdekaan bangsaterasa betul bahwa sistem serikat itu Negara RepublikIndonesia Serikat ditunggangi oleh Belanda yang kembaliingin menjajah. Oleh karena itu di tahun 1950 konstitusi RIS diganti menjadi Undang-Undang Dasar sementara tahun 1950. Struktur politik di seluruh Indonesia sebelum merdeka itukerajaan semua, jadi rakyat sudah biasa dengan kerajaan, perilaku politik masyarakat kita itu kerajaan, tetapi kitamembentuk organisasi Namanya Republik”.

Pancasila merupakan substansi pembukaan UUD yang tercermin, termaktub di alinea ke-4 UUD, tetapi pembukaanUUD itu terdiri atas 4 alinea. Alinea 1-4 itu penuh berisikandungan nilai-nilai kebangsaan yang luar biasa dan salah satunya itu 5 sila dalam Pancasila itu sendiri. Sehinggadengan kata lain Pancasila itu adalah salah satu dari nilai-nilaimendasar, nilai-nilai fundamental yang termaktub dalamkonstitusi negara Indonesia. Tuturnya.

Selanjutnya Prof Jimly menambahkan juga “jika kitaberbicara tentang UUD maka pembukaan juga sudahtermasuk dalam UUD tersebut. Khusus mengenai Pancasila karena merupakan aspek ideologis yang perlu dipopulerkan, perlu dibangun dan dibangkitkan kesadarannya maka kitasebut sendiri. Pembukaan di dalam UUD begitu terbuka, substansinya sanga filosofis, misalnya tentang kemerdekaandi alinea pertama. Apakah kemerdekaan itu hanya bersifatkolektfi freedom? atau ada keterkaitan dengan individual freedom karena terdapat kalimat “there is no independence without freedoms”. Jadi kolektivitas dari individual freedom itulah independence.”terangnya

Terakhir Prof Jimly menjelaskan bahwa inilah hal-hal yang berkenaan dengan UUD yang secara satu kesatuan denganPancasila itu yang kita sebut dengan Konstitusi. Kita sebagaiwarga negara harus selalu dekat dengan konstitusi karenamenyangkut soal kesepakatan kolektif kita berbangsa dan bernegara, kita tidak boleh berkhianat kepada bangsa dan negara dengan melanggar kesepakatan bersama. Tutupnya.