trustnews.id

Was-was Defisit Anggaran
Sri Mulyani, Menteri Keuangan

Was-was Defisit Anggaran

MAKRO Minggu, 07 Juli 2019 - 14:25 WIB TN

Realisasi pendapatan negara sampai akhir Mei mencapai Rp 728,45 triliun. Total tersebut merupakan 33,64 persen dari target APBN 2019, yakni Rp 2.165,11 triliun.

Realisasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sampai akhir Mei 2019 mencapai Rp 127,45 triliun atau 0,79 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai tersebut lebih besar dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu, yakni Rp 93,52 persen atau 0,63 persen terhadap PDB.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menyebutkan salah satu tantangan ekonomi nasional saat ini adalah neraca perdagangan yang masih mengalami defisit. Darmin mengatakan salah satu penyebab defisit neraca perdagangan tersebut adalah ketidakpastian global yang masih tinggi, terutama dari potensi perang dagang.
"Walaupun neraca perdagangan defisit, optimisme investor masih tinggi," kata Darmin dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Rabu malam.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat neraca perdagangan secara kumulatif Januari-Mei 2019 mengalami defisit sebesar 2,14 miliar dolar AS. Namun, neraca perdagangan nasional pada Mei 2019 mengalami surplus 0,21 miliar dolar AS karena kinerja positif dari ekspor nonmigas.
Meski demikian, kinerja ekonomi secara keseluruhan memperlihatkan tanda-tanda yang positif karena mampu tumbuh 5,07 persen hingga triwulan I-2019 yang diimbangi dengan laju inflasi 3,23 persen.
"Kondisi tersebut disertai dengan tingkat indikator sosial seperti tingkat kemiskinan, pengangguran dan rasio gini yang persisten menurun," kata Darmin.
Selain itu, menurut Darmin, pelaku usaha menilai iklim investasi di Indonesia makin baik seiring dengan perbaikan peringkat daya saing serta peringkat utang Indonesia.
"Hal ini tercermin dari peningkatan credit rating oleh lembaga-lembaga pemeringkat rating. Indonesia sudah memasuki Investment Grade," ujarnya.
Menurut Darmin, kondisi layak investasi itu terjadi berkat peningkatan efisiensi di sektor pemerintahan serta peningkatan infrastruktur dan kondisi bisnis. Selain itu, hal ini terbantu oleh perbaikan iklim usaha melalui sistem OSS dan simplifikasi perizinan lainnya, pendidikan dan pelatihan vokasi, fasilitas insentif perpajakan, serta industri berbasis ekspor. 
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, realisasi pendapatan negara sampai akhir Mei mencapai Rp 728,45 triliun. Total tersebut merupakan 33,64 persen dari target APBN 2019, yakni Rp 2.165,11 triliun.
"Sedangkan, belanja negara Rp 855,91 triliun atau 34,78 persen dari pagu APBN 2019," ujarnya dalam konferensi pers mengenai kinerja APBN di kantornya, Jakarta, Jumat (21/6).
Dibanding dengan tahun lalu, pendapatan maupun belanja negara sampai akhir Mei 2019 sama-sama mengalami pertumbuhan positif. Pendapatan negara tumbuh 6,19 persen dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu, sementara belanja negara tumbuh lebih tinggi, yakni 9,80 persen.
Dari total pendapatan negara, realisasi penerimaan perpajakan sampai akhir Mei 2019 adalah Rp 569,32 triliun atau 31,87 persen dari target APBN 2019. Total tersebut tumbuh 5,69 persen dibanding dengan realisasi pada periode yang sama pada tahun lalu.
Sementara itu, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) membukukan realisasi Rp 158,42 triliun atau 41,88 persen dari target APBN. "Capaian realisasi ini tumbuh 8,61 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu," ujar Sri.
Di sisi lain, belanja pemerintah pusat mencapai Rp 530,81 triliun atau 32,48 persen dari pagu APBN 2019. Nilai tersebut meningkat 15,90 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2018. Khususnya dipengaruhi oleh realisasi belanja bantuan sosial yang telah mencapai Rp 60,44 triliun (59,15 persen dari pagu), meningkat 53,70 persen.
Sri menilai, realisasi belanja tersebut dapat mencerminkan komitmen pemerintah yang senantiasa menjaga daya beli masyarakat miskin dan rentan.
Transfer ke Daerah dan Dana Desa sampai akhir Mei mencapai Rp 325,10 triliun atau 39,32 persen dari pagu APBN 2019. Nilai tersebut tumbuh 1,2 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu.
Sri mengatakan, realisasi pembiayaan yang dilakukan pemerintah hingga Mei mencapai Rp 157,89 triliun. Dari nilai tersebut, terutama bersumber dari pembiayaan utang sebesar Rp 159,63 triliun yang meliputi penerbitan SBN (neto) Rp 186,04 triliun dan pinjaman (neto) negatif Rp 26,41 triliun.
Sri memastikan, pemerintah secara konsisten melakukan pengelolaan utang secara prudent dan produktif. Antara lain dengan menjaga rasio utang dalam batas aman, meningkatkan efisiensi atas pengelolaan utang dan mendorong pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif. "Terakhir, menjaga keseimbangan pengelolaan utang," katanya.
Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membuka pintu bagi pemerintah apabila ingin menambah besaran defisit anggaran. Sesuai peraturan perundang-undangan, batas maksimal defisit anggaran dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahunan yakni 3 persen.
Wakil Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah mengatakan, pemerintah diperbolehkan jika ingin memaksimalkan defisit anggaran batas maksimal tersebut. Asalkan defisit anggaran tersebut dipergunakan untuk keperluan belanja yang produktif.
"Defisit anggaran Malaysia 7 persen, Filipina 6 persen, Vietnam 5 persen. Kita dikasih maksimal 3 persen tapi yang diajukan hanya 1,5 persen. Kita ini negara yang sombong," kata Said dalam dalam rapat panja di ruang sidang DPR RI, Jakarta, Selasa (25/6).
Secara langsung Said menyebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak perlu khawatir disebut sebagai pencetak utang. Sebab, utang yang digunakan selama ini pun untuk kegiatan yang produktif "Tidak perlu takut, selagi utang itu untuk kegiatan produktif," imbuhnya.
Di samping itu, pihaknya juga meminta agar pemerintah mulai tahun depan dapat mengelola subsidi energi sesuai perencanaan. Khususnya terkait subsidi gas elpiji 3 kilogram (kg) yang sampai dengan saat ini diperjualbelikan secara bebas atau tidak tepat sasaran.(TN)