trustnews.id

Putusan MA dan MK soal TWK KPK sudah Final, Jangan Narik-narik Presiden lagi
Ilustrasi

Jakarta - Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) menilai putusan atas perkara nomor 26/HUM/2021 yang telah diputuskan Mahkamah Agung (MA) menambah titik terang yang menjelaskan persoalan test wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses alih status pegawai KPK secara utuh dan detail.

“Putusan MK dan ditambah putusan MA menjadi putusan final and binding bahwa persoalan TWK sudah selesai,” kata peneliti LSAK, Ahmad Aron Hariri dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jum’at (10/9/2021).

“Polemik panjang TWK KPK pun akhirnya telah berakhir dengan jelas, sah dan konstitusional baik secara norma UU dan perkomnya. Selain terpenuhinya asas legalitas, asas perlindungan HAM dan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) menjadi bagian yang telah terpenuhi dalam perumusan perkom 01/21,” tambahnya.

Oleh karena itu, lanjut Aron dalam perkara ini tak sepatutnya menarik-narik Presiden dengan meminta mengangkat 57 orang TMS langsung jadi ASN yang berpotensi pada kesalahan konstitusional. “Sebab, gagalnya 57 orang pegawai jadi ASN KPK, karena gagal di TWK sebagai syarat sahnya menjadi ASN. Bukan gagal karena dijegal dengan TWK,” ujarnya.

Menurut Aron TWK KPK menjadi polemik dan berkepanjangan karena penggiringan opini yang tidak subtantif pada pokok perkara. Seperti term tentang “pengalihan” yang hanya sebuah interpretasi, bukan norma, tapi terus-menerus dijenterakan (digelindingkan).

“Maka munculah logika keliru, kalau tidak pengalihan disebut penyingkiran. Hal ini sebenarnya pemicu polemik itu,” terangnya.

Sebagai norma yang bersifat umum, Aron menegaskan bahwa TWK diberlakukan untuk seluruh pagawai KPK (1.351 pagawai KPK). Hasilnya pelaksanaan TWK 94.5 persen memenuhi syarat dan hanya 4.5 persen tidak memenuhi syarat. Ini adalah gambaran bahwa tata cara, syarat, materi, substansi pertanyaan, dan teknis pelaksanaan, dilakukan secara adil dan berlaku untuk semua pegawai.

“Lalu, tiba-tiba minta TWK diulang, itu dasarnya apa? Bukankah di ORI mau Komnas HAM juga tiada menyebut TWK harus diulang?,” ungkapnya.

Sebagai catatan khusus, LSAK menyampaikan, bahwa polemik panjang TWK KPK merupakan bagian dari dinamika KPK yang hampir terjadi di setiap periode. Namun, semua bisa diselesaikan secara elegan dan selalu menjadikan KPK jadi lebih baik, tanpa harus melakukan degradasi, dan menghancurkan KPK secara kelembagaan.

“Sebab kita butuh lembaga KPK untuk pemberantasan korupsi agar tercapai optimalisasi pembangunan, keadilan, dan kemaslahatan,” pungkas Aron.