trustnews.id

Pasar Plus:  Blueprint Modernisasi  Pasar Jakarta
Dok, Istimewa

Pasar Plus: Blueprint Modernisasi Pasar Jakarta

NASIONAL Kamis, 18 September 2025 - 12:32 WIB TN

TRUSTNEWS.ID - Di tengah siang Jakarta, Pasar Pramuka yang sumuk, beberapa pedagang sibuk mondar-mandir membawa tumpukan kardus. Sementara, tukang bangunan berhelm kuning sibuk memperlebar gang, menempelkan keramik baru, dan mengangkat panel kaca besar yang memantulkan cahaya matahari

Bagi warga yang puluhan tahun terbiasa berdesakan di lorong-lorong pasar ini, pemandangan itu terasa seperti menyaksikan sejarah yang dipoles ulang. Dan, Pasar Pramuka hanyalah satu bagian dari puzzle besar, Pasar Plus. Agus Himawan, Direktur Utama Perumda Pasar Jaya, menyebut konsep ini sebagai “evolusi pasar rakyat.”

 “Kami ingin pasar rakyat tidak seka dar bertahan, tapi berevolusi menjadi pusat ekonomi kota modern,” ujar Agus Himawan kepada TrustNews.

Bukan sekadar jargon, dijelaskannya, Pasar Plus adalah rencana besar yang meredefinisi peran pasar. Ia bukan lagi sekadar tempat transaksi bahan pokok, tapi ekosistem multifungsi. Yakni perd agangan, hunian, ruang komersial, dan integrasi transportasi publik berbasis tran sit-oriented development (TOD).

Tanah Abang, proyek Blok G, menjadi panggung utama ambisi itu. Rencana senilai ratusan miliar rupiah ini akan menghubungkan pasar terbesar di Asia Tenggara dengan MRT, LRT, dan KRL.

Jika berhasil, Tanah Abang akan Perumda Pasar Jaya ingin pasar rakyat jadi ikon kota. Bukan sekadar tempat belanja cabai, tapi juga ruang publik tempat orang merasa bangga datang. menjadi pasar abad ke-21. Sebuah simpul budaya dan bisnis yang terhubung langsung dengan denyut nadi transpor tasi Jakarta.

Jejak pembaruan juga terlihat di Pasar Cilincing dan Jatirawasari. Setelah dire novasi, keduanya tampil lebih rapi dan bersih, menarik perhatian pembeli muda yang mungkin sebelumnya lebih akrab dengan aplikasi belanja daring ketimbang tawar-menawar di kios.

“Kami ingin pasar rakyat tidak sekadar bertahan, tapi berevolusi menjadi pusat ekonomi kota modern,” ujarnya.

Langkah Pasar Jaya lahir di tengah dinamika industri ritel Indonesia yang sedang tumbuh pesat. Nilai pasar ritel nasional diperkirakan mencapai USD 56,88 miliar pada 2025 dan naik menjadi USD 74,69 miliar di 2030 dengan pertumbuhan tahunan 5,6%.

Wilayah Greater Jakarta menguasai hampir 40% pangsa pasar ritel nasional, menegaskan posisi strategis ibu kota.

Pasar Plus juga terinspirasi oleh tren TOD internasional. Di India, misalnya, Asian Development Bank (ADB) mendanai proyek TOD percontohan senilai USD 2,5 juta di Nagpur dan Indore untuk mencip takan kawasan multifungsi berbasis nilai tanah.

Di AS, kota-kota seperti Portland dan Miami berhasil menciptakan transit villages, kawasan pejalan kaki dengan hunian, ritel, dan fasilitas publik yang terkoneksi langsung ke jaringan transportasi.

Di bawah kepemimpinan Agus Himawan, Pasar Jaya menjalankan proyek revitalisasi 40 pasar utama yang tersebar di seluruh Jakarta. Dari 153 pasar yang dike lola perusahaan, 148 masih aktif beroper asi, melayani lebih dari 110 ribu pedagang dan 2 juta pengunjung harian.

Meski pusat perbelanjaan modern dan e-commerce terus berkembang. Pasar rakyat tetap memegang peranan penting dengan omzet perdagangan yang diperkirakan mencapai Rp150 triliun per tahun.

Agus menargetkan proyek revitalisasi ini dapat meningkatkan pendapatan sewa dan komersial sebesar 20–30 persen dari pasar-pasar prioritas, serta menciptakan ribuan lapangan kerja baru.

“Meski angka pasti investasi belum diumumkan, analis memperkirakan proyek berskala kota seperti ini dapat menyedot dana triliunan rupiah,” ungkap nya

Agus memulai gerakan ini dari bawah. Pada 2023, Pasar Jaya merombak 26 pasar dalam skala kecil, kemudian menyele saikan pembaruan penuh di 36 pasar pada 2024. Pasar besar seperti Senen dan Jatin egara masuk radar berikutnya.

“Kami ingin pasar rakyat jadi ikon kota. Bukan sekadar tempat belanja cabai, tapi juga ruang publik tempat orang merasa bangga datang,” katanya

Baginya, perubahan ini menuntut keseimbangan yang rumit, modernisasi tanpa menghilangkan nilai sosial pasar. Urban planner menyebut pendekatan ini sebagai “pasar hibrida” (mengawinkan fungsi tradisional dengan infrastruktur kota modern).

Pasar Jaya tampak mengadopsi filosofi tersebut. Mereka tidak hanya membangun gedung-gedung baru, tapi juga memba ngun narasi baru tentang pasar sebagai ruang kota yang inklusif.

Proyek Pasar Plus diharapkan mencip takan “ruang ketiga” bagi warga Jakarta, tempat pertemuan berbagai lapisan masyarakat, dari ibu rumah tangga hingga pekerja kantoran, dari pedagang kecil hingga pemilik usaha besar.

Agus menekankan, revitalisasi pasar tidak hanya soal estetika atau bisnis, tapi juga strategi merajut kembali jejaring sosial kota.

“Pasar, yang dulu sekadar dianggap tempat jual beli kebutuhan pokok, kini diposisikan sebagai simpul ekonomi dan budaya,” pungkasnya. ( TN)