trustnews.id

Sekali Lagi: KEMBALIKAN PENGELOLAAN MIGAS SESUAI KONSTITUSI
- Anggota DPR RI 2014 - 2019 Fraksi Nasdem Dapil NTB

Harapan Mentri ESDM bahwa defisit migas dapat diatasi dalam waktu 5 tahun, mengindikasikan bahwa  beliau  kurang memahami dengan  benar industri migas nasional. Sebagai orang baru yang sebelumnya tidak pernah berkecimpung langsung didunia migas nasional, wajar jika masih perlu waktu untuk dapat memahami dan mengambil kebijakan yang tepat terkait keinginan Presiden  untuk menghilangkan defisit neraca perdagangan migas yang sudah berlangsung lama. Menurut pendapat saya langkah yang sebaiknya diambil adalah benahi dahulu Payung Hukum Pengelolaan industri migas nasional. Karena payung hukum yang ada sekarang (UU Migas No.22/2001) sudah cacat parah, banyak sekali pasal-pasal pokoknya (17 pasal) yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.  Termasuk pasal yang sangat penting terkait lembaga BP Migas. MK telah mencabut dasar hukum pembentukan dan tugas-tugas BP Migas. Namun kemudian  lembaga ini  dirubah / diganti namanya menjadi SKK Migas, yang pembentukannya bersifat ad-hoc , sangat sementara karena tidak ada dasar hukumnya dalam UU Migas.  Lembaga Pengelola/ Regulator sektor Hulu ini  bertanggung jawab atas rendah dan anjloknya produksi crude nasional yg menjadi penyebab utama terjadinya defisit migas. Sementara di sektor Hilir, lembaga BPH Migas meski tidak ikut dibubarkan oleh MK, Lembaga Pemerintah ini  bertanggung jawab atas  rendahnya Kapasitas Kilang nasional yang menjadi penyebab rendahnya produksi BBM dan LPG. Menurut UU Migas, PT Pertamina Persero yang dibentuk atas kemauan UU Migas, tidak lagi bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan BBM nasional. Dengan UU Migas No.22/2001, pengelola yang bertanggung jawab atas sektor hulu dan hilir industri migas nasional telah beralih dari tanggung jawab Perusahaan Migas Negara  yang dibentuk dengan UU No.8/1971 (PERTAMINA)  ke tangan dan tanggung jawab Pemerintah ( Kementerian ESDM). PERTAMINA telah dirubah menjadi PT. Persero yg dibentuk dengan Akte Notaris, dimana statusnya SAMA dengan Perusahaan migas Asing dan Swasta yang lain. Model Tata Kelola migas yang ribet dan ORE GADE (bahasa Sasak yang artinya "kacau balau") seperti ini jelas-jelas sudah bertentangan dengan Konstitusi tapi terus dibiarkan berlangsung selama bertahun-tahun. Inilah yang semestinya dibenahi dan diluruskan terlebih dahulu. Sudah terlalu lama payung hukum industri migas nasional dibiarkan cacat. Untuk itu, Pemerintah/ Kementerian ESDM sebaiknya segera menyiapkan PERPPU, karena sudah termasuk katagori sangat  darurat. Terlebih   DPR RI sudah 2 kali gagal melahirkan UU Perubahan/Pengganti atas UU Migas No.22/2001. Yakni DPR Periode 2009 - 2014 dan DPR Periode 2014 - 2019).  Kembalikan pengelolaan migas nasional sesuai Konstitusi. Meski langkah ini terasa pahit. Juga langkah ini sangat diperlukan oleh Pemerintah  guna  menghindari agar tidak dijadikan alasan untuk kemungkinan ada pihak-pihak yang nemanfaatkannya untuk  meng-impeach/ memakzulkan Presiden karena dinilai telah membiarkan terjadinya praktek pelanggaran Konstitusi di industri migas nasional.

Penulis : Dr Kurtubi - Anggota DPR RI 2014 - 2019 Fraksi Nasdem Dapil NTB. Alumnus Colorado School of Mines, Institut Francaise du Petrole dan Universitas Indonesia.