trustnews.id

PBI Jamsosnaker Lindungi Pekerja Mandiri
Dok, Istimewa

PBI Jamsosnaker Lindungi Pekerja Mandiri

NASIONAL Jumat, 09 Februari 2024 - 18:36 WIB Hasan

TRUSTNEWS.ID,. - Disebutkan, dalam Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menyatakan bahwa Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada BPJS dan Pasal 2 menyatakan bahwa penerima bantuan iuran adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.

Kemudian Pasal 17 ayat (4) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dinyatakan bahwa Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah dan di ayat (5) dinyatakan bahwa pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayarkan oleh Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan.

Berbicara tentang jaminan kesehatan, berdasarkan laporan publikasi audited 2022 BPJS Kesehatan, cakupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah mencapai 90,34% dari penduduk Indonesia. Kondisi ini sangat berbeda dengan cakupan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsosnaker), dimana berdasarkan laporan publikasi audited 2022 BPJS Ketenagakerjaan, tercatat sebanyak 35,8 juta pekerja menjadi peserta aktif, atau hanya sekitar 26,5% dari jumlah penduduk bekerja. Sekali lagi, capaian ini menunjukkan prioritas Pemerintah untuk menuju cakupan semesta JKN daripada jamsosnaker.

Perlu dicatat bahwa sebagian besar kepesertaan JKN adalah Penerima Bantuan Iuran (PBI) nasional (44,6%), dan masyarakat bukan pekerja yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah (16,4%). Dengan demikian, lebih dari 60% kepesertaan dalam JKN berasal dari bantuan pemerintah baik Pusat maupun Daerah.

Hal menarik, ada beberapa hal yang DJSN soroti terkait jaminan ketenagakerjaan. Skema sistem jaminan sosial nasional diciptakan jalur ganda “doubke track” yaitu jaminan kesehatan nasional (JKN) dan jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsosnaker), dimana dalam pelaksanaan awal SJSN dimulai dengan kebijakan peserta PBI JKN berjumlah 96,8 juta penerima manfaat dan seharusnya dilanjutkan dengan kebijakan peserta PBI Jamsosnaker.

Setelah dilakukan pemilahan dari jumlah total PBI JKN terdapat sekitar 45 juta orang pekerja bukan penerima upah (BPU), seperti nelayan mandiri, petani mandiri, pemulung, pekerja rumahan, tukang ojek, penjual sayur dan pedagang asongan dan pekerja rentan lainnya yang seharusnya mendapatkan PBI jaminan sosial ketenagakerjaan.

DJSN sendiri sudah melakukan kajian yang mengacu pada Peraturan Presiden No. 18 tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024 dan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 36 tahun 2023 tentang Peta Jalan Jaminan Sosial tahun 2023-2024. Perpres ini menyebutkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang perlu mendapatkan perhatian untuk ditelaah dan ditinjau diantaranya Peraturan perundang-pundangan terkait dengan Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peraturan perundang-undangan terkait dengan transformasi program dan kelembagaan.

Berdasarkan kajian tersebut, DJSN berkesimpulan tahun 2024 sudah ada perlindungan kepada 20 juta orang menerima PBI Jamsosnaker. Hanya saja belum terealisasi dikarenakan kendala dalam revisi PP tentang PBI JKN yang sekarang sudah disetujui Presiden menjadi PBI jaminan sosial (Bagian Pertama PBI JKN dan Bagian Kedua PBI Jamsosnaker).

DJSN berpendapat PBI Jamsosnaker harus segera dieksekusi dengan pertimbangan, PBI JKN tidak mengcover penerima PBI JKN yang mengalami kecelakaan di saat bekerja.

Dalam banyak kasus ditemukan pekerja mandiri yang hanya memiliki PBI JKN dan ketika melakukan klaim akibat kecelakaan kerja, klaim tersebut ditolak. Ini dikarenakan, PBI JKN hanya mencover pengobatan penyakit alamiah (non kecelakaan).

DJSN juga memandang, ketiadaan PBI Jamsosnaker bagi pekerja mandiri ini sebagai faktor kemiskinan ekstrem, karena jika pekerja mandiri ini meninggal dunia atau cacat tetap total akibat kecelakaan kerja tidak mendapatkan manfaat Jaminan Kematian (JKm) dan manfaat jaminan kecelakaan kerja (JKK).

Kondisi ini berbeda bila memiliki Jamsosnaker akan mendapat perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju ke tempat kerja atau sebaliknya, hingga perjalanan dinas. Jaminan kesehatan tersebut juga termasuk penyakit yang disebabkan oleh lingkungan tempat bekerja.

Manfaat tersebut diberikan tak terbatas biaya, sesuai dengan kebutuhan medis sampai pekerja sembuh. Selain itu, pekerja juga akan memperoleh santunan upah selama tidak bekerja.

Upah yang diberikan yakni upah utuh selama 12 bulan pertama serta seterusnya 50 persen sampai sembuh.

Jaminan kecelakaan kerja juga memberikan santunan kematian akibat kecelakaan kerja bagi keluarga peserta. Jaminan yang diberikan yakni sebesar 48 kali upah yang dilaporkan oleh perusahaan atau peserta. Selain itu, jaminan kecelakaan kerja akan memberikan beasiswa pendidikan untuk dua orang anak dari peserta yang meninggal dunia atau mengalami cacat total tetapi akibat kecelakaan kerja dengan maksimal sebesar Rp174 juta.

Ini belum termasuk pemberian beasiswa pendidikan untuk dua orang anak dari peserta yang meninggal dunia dengan masa iur minimal 3 tahun maksimal Rp174 juta. Sehingga manfaat yang diberikan jaminan kematian sebesar Rp42 juta.

Sebenarnya, jaminan kehilangan pekerjaan ini ada karena ada perubahan regulasi seiring berkembangnya zaman, yang tadinya bersifat longlife employment dan sekarang berubah menjadi flexibelitas, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT dan, outsorching dilegalkan.

Dalam rangka itu diperlukan coverage bagi pekerja yang ter PHK, ada perlindungan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dengan 3 (tiga) manfaat yaitu: 1) santunan tunai selama 6 bulan, 2) vokasional, dan 3) akses mendapatkan pekerjaan.