trustnews.id

Belum Selesai Soal HGU, Kewajiban 20 Persen Beratkan Pengusaha
Dok, Istimewa

TRUSTNEWS.ID,. - Slamet Bangsadikusumah hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan diakhiri dengan mengangkat bahunya. Kode tubuh ini diberikan Ketua Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) Jabar dan Banten setiap detik tanyakan perihal proses perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Kami tidak tahu kendalanya dimana sehingga BPN bisa begitu lambat dlam melakukan proses perpanjangan HGU," ujar Slamet Bangsasikusumah kepada TrustNews.

Berapa lama prosesnya, sedikit mundur saat Slamet masih menjabat Ketua Harian Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) Jabar Banten, tepatnya di 2016 lalu. Keluhannya tak jauh-jauh dari lambatnya pengurusan HGU oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kondisi ini, tidak saja menghambat investasi sektor perkebunan. Tapi juga membuat putus asa para pengusaha.

“Ada yang 10 tahun, ada yang 18 tahun sampai sekarang, lama sekali HGU keluarnya,” ujarnya kala itu.

Jadi tidaklah mengherankan bila Slamet hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Ini mengingat selama rentang waktu 2016 hingga 2023 dirasakannya tidak ada perubahan yang signifikan.

Padahal menurutnya, Jawa Barat tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkebunan. Dimana keberadaan perkebunan menjadi cikal bakal terbentuknya sebuah kabupaten, sebut saja Sukabumi, Tasikmalaya, Subang, Cirebon, Majalengka, Garut, Cianjur dan lainnya.

"Sejarahnya muncul perkebunan lalu diikuti dengan terbentuknya kabupaten. Oleh karena itu masalah subsektor perkebunan harus diperkuat, ujarnya.

Sementara pihak BPN sendiri tidak pernah memberikan kejelasan terkait ini, lalu di lapangan peluang lahan diserobot sangat besar. Slamet mengaku penyerobotan lahan membuat status lahan tidak clear and clean lagi seperti yang disyaratkan dalam penerbitan HGU. “Tanaman itu kan periodenya 5 tahun, kalau sudah diserobot, sulit kami berinvestasi,” katanya. Menurutnya para pengusaha biasanya mengurus perpanjangan HGU dua tahun sebelum masa berlaku habis. Saat proses pengajuan tiba-tiba tanah mengalami okupasi liar, padahal saat menanam lahan tersebut bersih dari persoalan. “Ini sangat mengganjal investasi di perkebunan,” keluhnya. "Kita ingin pemerintah hadir dalam hal ini untuk mempercepat proses perpanjangan HGU. Jangan sampai ada yang sudah bertahun-tahun hanya untuk mengurus HGU itupun tidak selesai-selesai. Bagi perusahaan yang butuh kepastian hukum tentu sangat merepotkan,' ungkapnya. Ibarat sudah jatuh masih tertimpa tangga, begitulah Slamet menggambarkan kondisi para pengusaha di sektor perkebunan.selain masalah lambatnya proses mendapatkan HGU, pengusaha perkebunan masih ketambahan dengan adanya regulasi soal kewajiban membangun kebun masyarakat 20 persen dari luas HGU.

Regulasi ini terkait syarat untuk memperpanjang izin usaha perkebunan budidaya berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 /Permentan/ OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dalam Pasal 11 yaitu Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B, wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan tersebut.

Perintah agar perusahaan perkebunan yang telah memiliki izin usaha perkebunan wajib membangun kebun masyarakat 20 persen dari luas HGU juga tertuang dalam Pasal 58 Undang-undang Republik Indonesia, nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan yang tertulis sebagai berikut; Perusahaan Perkebunan yang memiliki izin Usaha Perkebunan atau izin Usaha Perkebunan untuk budi daya wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan.

"Kita ketambahan lagi nih dengan adanya ketetapan bagi pemohon untuk memperpanjang HGU atau HGU baru ada kewajiban 20 persen untuk perkebunan masyarakat. Regulasi ini multitafsir karena dalam ketentuan disebutkan lahan yang dulunya bekas kebun," ujarnya.

"Tapi pada prakteknya, tetap saja ja setiap perusahaan perkebunan harus menyisihkan 20 persen dari luas area perkebunan. Kalau tiap perpanjangan harus menyisihkan 20 persen lama-lama lahan perusahaan bakal habis," pungkasnya.