trustnews.id

Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Transisi Energi Tak Sekadar Penghapusan Batu Bara
Dok, Istimewa

TRUSTNEWS.ID,. - Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mendukung penuh upaya Pemerintah Indonesia dalam mencapai penurunan emisi 31 persen pada 2030.

Sebagai wadah yang mewakili suara berbagai pemangku kepentingan di sektor energi terbarukan di Indonesia, METI, secara aktif mempromosikan dan mendorong pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. METI berkomitmen memberi kontribusi positif dalam menghasilkan ide dan solusi untuk mengatasi masalah global terkait energi dan mengurangi ketergantungan akan energi fosil.

Tjut Silvana Devi, Direktur Eksekutif METI, mengatakan, METI merupakan perkumpulan berbadan hukum yang mempunyai tujuan untuk memajukan energi terbarukan. Ini didasarkan penggunaan energi terbarukan dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca, menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong ekonomi yang berkelanjutan.

“Keanggotaan METI terdiri dari unsur pentahelix atau multi pihak dimana unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media massa berkolaborasi serta berkomitmen untuk mencapai tujuan yang sama,” ujar Tjut Silvana Devi menjawab TrustNews.

“Kami menyuarakan berbagai aspirasi masyarakat heterogen yang dinamis yang kadang berseberangan, kadang saling mendukung. Tapi itulah dinamika dalam sebuah organisasi,” paparnya.

Baginya, pencapaian penurunan emisi tersebut menjadi sangat penting dan merupakan salah satu pilar utama dalam transformasi sektor energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Karena itulah, METI menekankan pentingnya langkah-langkah konkret yang diperlukan untuk memenuhi target penurunan emisi 31 persen pada 2030 seperti yang tertuang dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution Republic of Indonesia 2022.

“Dalam konteks ini, METI memandang perlu adanya komitmen yang lebih kuat dari pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mendukung bagi industri energi terbarukan,” jelasnya.

“METI siap untuk bekerja sama dengan pemerintah, institusi akademik, dan sektor swasta untuk mewujudkan penurunan emisi 31 persen pada 2030. Kami percaya bahwa dengan kolaborasi yang kuat dan komitmen yang tegas, Indonesia dapat mencapai transformasi energi yang berkelanjutan dan memberikan kontribusi nyata dalam upaya global dalam mengatasi perubahan iklim,” paparnya.

Menurutnya, pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih harus melewati banyak tantangan. “Kita mau membicarakan pencapaian target yang mana dulu. Baik target 23 persen di 2025 maupun 62 persen di 2060 jalannya masih panjang, karena masih ada banyak hal yang perlu disempurnakan yang membutuhkan waktu lama dan melibatkan berbagai kepentingan, seperti mensinergikan peraturan dan kebijakan berbagai instansi pemerintah yang masih saling tumpang tindih” ujarnya.

“Kita bicara tentang hal yang mendasar, pada saat ini sumber daya alam berbasis fosil dipakai sebagai salah satu sumber utama pendapatan negara, bukan sebagai penggerak roda perekonomian. Artinya jika batu bara diperlakukan sebagai komoditas, sulit bagi Indonesia untuk melepas ketergantungan terhadap batu bara karena negara akan kehilangan devisa negara yang cukup signifikan” tambahnya.

“Sementara dampak perubahan iklim semakin terasa sehingga penggunaan energi terbarukan semakin dibutuhkan, karenanya dunia internasional semakin mendesak Indonesia agar melakukan phase-out batu bara. Apakah itu termasuk solusi yang baik atau tidak untuk Indonesia, bangsa kita yang harus menentukan. Kalau kita melihat saat ini transisi energi sebenarnya apa sih definisinya, tidak terlalu banyak orang yang memahaminya malah ada yang mungkin salah paham bahwa transisi energi itu berarti coal phase-out,” paparnya.

Padahal transisi energi artinya tidak hanya soal penghapusan batu bara. Karena transisi energi itu sudah dilakukan dari jaman sebelum revolusi industri, mulai dari pemakaian kayu bakar sebagi sumber energi, kemudian bertransisi ke pemakaian minyak bumi lalu batu bara dan sekarang bertransisi lagi ke energi terbarukan karena desakan pemanasan global.

“Mengapa ada pemanasan global karena terlalu banyak karbon emisi yang terperangkap di atmosfer menyebabkan peningkatan suhu bumi akibat suhu panas yang terjebak di dalam atmosfer bumi,” jelasnya.

Lantas apa hubungannya dengan Indonesia, menurutnya, bentuk Indonesia yang tersusun dari pulau-pulau dianggap rentan dengan adanya perubahan iklim yang semakin panas. Kondisi ini disebabkan naiknya permukaan air laut akibat mencairnya lapisan es kutub.

Dalam kurun waktu 18.000 tahun terakhir, permukaan air laut telah naik setinggi 120 meter, artinya secara normal kenaikan permukaan laut hanya berkisar 0,07 mm/tahun.

Namun mengacu pada apa yang terjadi selama 25 tahun terakhir, kenaikan muka air laut global mengalami percepatan yang cukup signifikan.

“Sekitar 115 sampai 128 pulau di Indonesia terancam tenggelam. Apakah kita nunggu tenggelam dulu atau kita ikut memberikan kontribusi untuk mempercepat bauran energi,” pungkasnya.