trustnews.id

Harapan Pelaku Usaha Terhadap Tim Ekonomi Jokowi
Direktur Utama Jhonly Propertindo Utama, DR. H. Efri Jhonly, SH, MH, MM, MKn

Harapan Pelaku Usaha Terhadap Tim Ekonomi Jokowi

MAKRO Selasa, 06 Agustus 2019 - 07:01 WIB TN

Presiden Joko Widodo diharapkan menempatkan orang sesuai kompetensinya dalam kabinet periode kedua. Menteri-menteri yang memiliki performa buruk dan kuat ego sektoralnya tak ragu untuk diganti.

Presiden Joko Widodo harus mengingat kembali akan kata yang pernah diucapkannya, “Pemimpin adalah ketegasan tanpa ragu”. Ketegasan itu diharapkan terwujud dalam pemilihan para menteri yang duduk dalam pemerintahan Presiden Jokowi periode ke-2 nanti.
Wakil Ketua Umum Persatuan Balai Lelang Indonesia (PERBALI), Efri Jhonly mengatakan,  sebagai Presiden terpilih, Jokowi tidak perlu ragu untuk mengganti menteri-menteri yang performanya kurang baik, terutama di bidang perekonomian.
“Pertumbuhan ekonomi selama empat tahun terakhir selalu berada di angka lima koma sekian persen, itu data Badan Pusat Statistik (BPS) lho. Sementara pemerintah punya target dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015-2019  sebesar 7 persen. Artinya para menteri di bidang ekonomi gagal dalam menyukseskan apa yang sudah ditargetkan,” ujarnya kepada TrustNews.
Masih ada waktu sampai Oktober, lanjutnya, bagi Presiden Joko Widodo untuk mencari dan menempatkan orang sesuai kompetensinya. Jhonly menilai kabinet kerja pada periode pertama, ada banyak menteri yang kerjanya hanya cari muka. 
“Jangan ada lagi di kabinet baru nanti masih ada menteri yang sibuk cari muka. Kerja dulu, berprestasi dulu seperti beberapa menteri yang sekarang duduk dalam kabinet. Soal popularitas itu akan menyusul bila kinerjanya memuaskan, itu otomatis kok,” tegasnya.
Jhonly menyebut nasib industri semen nasional dan PT Krakatau Steel Tbk di tengah serbuan semen dan baja impor, seperti dibiarkan bertarung bebas tanpa ada perlindungan dari pemerintah.
“Gampangnya kenakan saja bea masuk dan  kewajiban SNI (Standar Nasional Indonesia), karena di negara mana pun pasti akan melindungi produk strategis nasionalnya. Itu hal yang lumrah,” ujarnya. 
Apalagi ditengarai, lanjutnya, produsen semen dan baja impor menjual produknya dengan harga yang kelewat murah (predatory pricing). Pemerintah tidak boleh diam harus segera mengambil tindakan tegas karena membahayakan industri semen dan baja nasional.
“Menteri-menteri yang terkait dengan semen dan baja harus mengambil tindakan tegas dalam upaya melindungi semen dan baja nasional, kok kesannya terjadi pembiaran aksi jual murah produk impor yang tujuannya mematikan industri nasional kita,” ujarnya geram.
Hal lain yang diingatkannya yakni masalah ego sektoral yang begitu kental pada kabinet jilid pertama. Dicontohkannya, kementerian perdagangan dan kementerian pertanian, Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
“Masyarakat tahu adanya ego sektoral dalam kabinet justru langsung dari Presiden yang tiap kesempatan selalu bicara soal itu. Daripada terus-menerus diingatkan, ya lebih baik diganti menteri-menterinya,” ujarnya.
Dalam urusan menstabilkan harga pangan pokok, lanjutnya, merupakan tugas Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Keduanya harus bersinergi sehingga apabila ada gejolak harga tidak saling menyalahkan.
“Beberapa bulan lalu ramai soal impor bawang putih, pemerintah ingin impor bawang putih melalui Bulog, namun izin ekspor impor ada di tangan Kementerian Perdagangan. Sementara Kementerian Pertanian mewajibkan setiap importir untuk menanam 5% dari kuota impor. Dengan peraturan ini apakah Bulog juga dikenakan wajib tanam? Hal seperti ini yang selalu jadi persoalan,” paparnya.
Tidak hanya di dua kementerian tersebut. Menurutnya, kementerian dan lembaga masih adu kuat soal ego sektoral. Imbas penderitaannya ada di pengusaha, petani, nelayan dan rakyat pada umumnya. 
“Kita berharap di kabinet baru nanti masalah ego sektoral tidak lagi terjadi. Presiden dan para menterinya duduk bareng, bikin rencana bareng dan dilaksanakan bareng-bareng. Kalau ada kementerian yang dalam pelaksanaannya bikin aturan baru, Presiden tinggal panggil menterinya untuk diingatkan. Kalau masih juga mementingkan ego kementeriannya, ya tinggal diganti menterinya,” pungkasnya. (TN)