trustnews.id

Semen Gresik Melaju di Jalur Sengit
Mukhamad Saifudin, Direktur Utama PT Semen Gresik Tbk

Semen Gresik Melaju di Jalur Sengit

BISNIS Senin, 08 April 2019 - 09:02 WIB TN

Semen Gresik Melaju di Jalur Sengit 

Sentralisasi marketing dan integrated supply chain menjadi kunci Semen Gresik tetap melaju diketatnya persaingan industri semen nasional.

Persaingan sengit terjadi di jalur semen. Lahirnya pemain-pemain baru dan berlebihnya jumlah produksi semen hingga 110 juta ton memaksa pihak pabrikan memutar otak untuk tetap bertahan sambil berupaya mendorong angka penjualannya. 
PT Semen Gresik Tbk, misalnya, melakukan sejumlah langkah dalam menghadapi perubahan yang cukup signifikan di industri semen. Mulai dari merancang ulang strategi pertumbuhan hingga sentralisasi marketing dan integrated supply chain untuk mendapatkan nilai efisiensi bagi perusahaan.
“Sentralisasi marketing dan integrated supply diambil karena Semen Indonesia memiliki beberapa anak usaha yang secara geografis terpisah. Jadi untuk mengoptimalkan kompetitif advantage (keuntungan-red), maka dilakukan integrasi supplying,” ujar Direktur Utama PT Semen Gresik Tbk, Mukhamad Saifudin kepada TrustNews beberapa waktu lalu.
Dengan kegiatan pemasaran dan supply chain secara terpusat, lanjutnya, tidak ada lagi persaingan internal di pasaran. Dimana di kota yang sama, misalnya terjadi persaingan penjualan antara Semen Gresik dengan Semen Padang atau di daerah lain di pasaran antara Semen Gresik dan Semen Tonasa. Padahal baik Semen Gresik, Semen Padang dan Semen Tonasa berada dalam payung bernama Semen Indonesia. 
"Jalan keluarnya suatu merek akan dijual di suatu daerah berdasarkan biaya transportasi yang paling efisien dan kuatnya nilai jual merek tersebut,” tuturnya.
Secara sederhana digambarkan Saifudin, untuk pemasaran wilayah Papua, tentu diambil dari pabrik yang paling dekat yakni Semen Tonasa. Secara biaya transportasi akan lebih efisien dibandingkan bila dikirim dari pabrik Semen Padang atau Semen Gresik. Dengan memangkas ongkos transportasi, maka harga jual menjadi lebih murah.
“Barang yang dikirim, diambil dari tempat yang efisien, begitu juga dengan strategi pemasarannya juga diintegrasikan sehingga tidak terjadi konflik internal,” papar Saifudin.
Penggunaan energi pun, menurutnya menjadi perhatian. pengoperasian pembangkit listrik bertenaga gas buang Waste Heat Recovery Power Generation (WHRPG) sebesar 28,6 MW, tidak saja diklaim dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 122.358 ton pertahun, tapi juga menghemat konsumsi listrik sebesar 152 juta kWh per tahun dengan penghematan biaya listrik sebesar Rp120 miliar per tahun.
 “Pengoperasian pembangkit listrik gas buang akan menghemat 20-25% dari biaya penggunaan listrik yang dapat mencapai Rp1-1,5 triliun,” ujarnya.
Terkait penurunan dan pemanfaatan limbah B3, lanjutnya, perusahaan juga telah memanfaatkannya dari industri lain sebagai bahan baku alternatif melalui metode co-processing. Manfaat yang diperoleh adalah penghematan pemakaian bahan baku utama dan membantu mencegah pencemaran lebih lanjut dari limbah B3 yang dihasilkan industri lain. 
Adapun limbah B3 yang digunakan sebagai bahan baku alternatif adalah fly ash, blas furnace slag (BFS), cooper slag, bottom ash, paper sludge, spent earth, filter aid dan COCS (tanah terkontaminasi minyak/ Crude Oil Contaminated Soil).
“Perusahaan juga mencari alternatif bahan subtitusi yang lebih efisien, baik dari jenisnya maupun dari sumber. Pengelolaan limbah B3 internal dimanfaatkan menjadi bahan bakar dan bahan baku alternatif sekaligus melakukan recyle,” ucapnya. 
Di luar itu, perusahaan juga mencari alternatif pasar ekspor ke sejumlah negara termasuk Afrika. Hal ini dilakukan lantaran melihat pasar dalam negeri yang tengah mengalami kelebihan suplai. Melalui pasar ekspor capaian sepanjang tahun 2018 dinilai berhasil dengan volume penjualan sebesar 3,1 juta ton atau tumbuh 68,7% dibandikan 2017 sebesar 1,8 juta ton.
Total penjualan ekspor sepanjang tahun 2018 mencapai 33,2 juta ton atau tumbuh 5,8% dibandingkan tahun 2017 sebanyak 31,3 juta ton. Sedangkan penjualan domestik mencapai 27,4 juta ton atau naik 1,2% dari 2017 sebesar 27 juta ton. 
“Sejumlah upaya yang telah dilakukan dengan tujuan agar lebih kompetitif menunjukkan hasil yang menggembirakan bila mengacu hasil sepanjang tahun 2018, kita bisa beroperasi di level 90% ke atas. Termasuk ongkos produksi yang dinilai terbaik di tingkat nasional maupun internasional,” paparnya. (TN)